Laman

Sabtu, 30 Juli 2011

DALIL MENABUR BUNGA DI ATAS MAKAM

Setelah mayit atau jenasah dimasukkan ke liang lahat, dihadapkan ke arah kiblat, lalu pocongnya dibuka dan sudah diadzani, lantas liang ditutup rata dengan tanah. Setelah itu ditaburkan bunga di atasnya. Bunga tadi disiram air agar tidak cepat layu, namun bukan ditujukan sesuatu yang berbau mistik.

Sebenarnya tidak harus bunga, pelepah atau ranting-ranting pun boleh, yang penting masih basah atau segar. Hal ini senafas dengan ayat Al-Qur'an QS At-Taghabun ayat 1:

يُسَبِّحُ لِلّهِ مَا فِي السَّموَاتِ وَ مَا فِي اْلأَرْضِ

Bahwa Semua makhluk, termasuk hewan dan tumbuhan, bertasbih kepada Allah SWT.

Akan tetapi, mengenai cara masing-masing membaca tasbih, hanya Allah saja yang tahu. Dan terkait dengan tabur bunga tadi, dihimbau penabumya memilih bunga­-bunga yang masih segar agar bisa memberi “manfaat” bagi si mayit, sebab bunga-bunga tadi akan bertasbih kepada Allah.

Hal ini berdasar pada, pertama penjelasan dari kitab Kasyifatus Syubhat hlm. 131: Bahwa disunnahkan meletakkan pelepah daun yang masih hijau di atas kubur/makam karea mengjkuti sunnah Nabi (hadits ini sanadnya shahih). Dijelaskan bahwa pelapah seperti itu dapat meringankan beban si mayit berkat bacaan tasbihnya. Untuk memperoleh tasbih yang sempurna, sebaiknya dipilih daun yang masih basah atau segar.

Analog dengan meletakkan pelepah tadi ialah mencucurkan bunga atau sejenisnya. Pelapah atau bunga yang masih segar tadi haram diambil karena menjadi hak si mayit. Akan tetapi, kalau sudah kering, hukumnya boleh lantaran sudah bukan hak si mayit lagi (sebab pelapah, bunga, atau sejenisnya tadi sudah tidak bisa bertasbih).

Dalil kedua yakni hadits Ibnu Hibban dari Abu Hurairah yang mengatakan: “Kami berjalan bersama Nabi melewati dua makam, lalu beliau berdiri di atas makam itu, kami pun ikut berdiri. Tiba-tiba beliau meyingsingkan lengan bajunya, kami pun bertanya: ‘Ada apa ya Rasul?’”

“Beliau menjawab: ‘Apakah kau tidak mendengar?’ Kami menjawab heran: Tidak, ada apa ya Nabi? Beliau pun menerangkan: ‘Dua lelaki sedang disiksa di dalam kuburnya dengan siksa yang pedih dan hina.’ Kami pun bertanya lagi: Kenapa bisa begitu ya RasuI? Beliau menjelaskan: ‘Yang satu, tidak bersih kalau membasuh bekas kencing; dan satunya lagi suka mencaci orang lain dan suka mengadudomba.’

"Rasulullah lalu mengambil dua pelapah kurma, diletakkan di atas kubur dua lelaki tadi. Kami kembali bertanya Apa gunanya ya Rasul? Beliau menjawab: ‘Gunanya untuk meringankan siksa mereka berdua selagi masih basah.’” Demikian seperti dijelaskan dalam kitab I’anatut Thalibin Juz II hlm 119.

Dalil ketiga: Para ulama menjadikan kasus Rasulullah menancapkan dua pelepah kurma yang ditancapkan di alas dua kubur tadi dengan menanam pohon atau bunga, sayang para ulama tidak menjelaskan caranya.

Akan tetapi, di dalam hadits shahih disebutkan: Rasulullah menancapkan di masing-masing kuburan itu dan tetap memberi manfaat pada semua ruang. Maksudnya, pelapah itu dapat ditancapkan di mana saja. Abd bin Humaid dalam Musnad-nya mengatakan: Rasulullah menancapkan pelapah itu tepat di arah kepala si mayit dalam kuburnya. Demikian penjelasan dalam kitab al-Fatawa al-Haditsiyah hal 196.
Wallahu a'lam bishshowab...

Kamis, 28 Juli 2011

Sudah siapkah kita menghadap Allah?

Kematian adalah pintu menuju perjalanan alam yang lebih panjang, coba kita bandingkan dengan alam rahim dan dunia, kehidupan qt dari mulai diciptakan sampai menjadi bayi berjarak macam2, ada yg di aborsi, ada yg premature lahir ada yang genap sampai sembilan bulan atau bahkan lebih sampai sepuluh, sebelas atau lebih sedikit dari itu.Demikian pula dalam alam dunia, ada yang baru lahir lalu meninggal, masih balita, anak-anak, remaja, mana kita tahu kita akan dipanggil hari ini?Lihatlah penderitaan, kesusahan, masalah yg dialami manusia di alam dunia yg sebentar ini, seringkali mereka merasakan kesusahan yg amat sangat, derita yg rasanya tidak kunjung usai, menanti2 pertolongan sekdar untuk sesuap makan.Di akhirat?Lebih lama dan panjang lagi perjalanan daripada di dunia.Penderitaan yg lebih amat panjang, rasa lapar dan kehausan yang tak bs terbayang pastinya lebih lama daripada apa yg pernah di rasa di dunia.Makanan apa yg sudah disiapkan?minuman apa yg sudah disiapkan?pakaian apa yg sudah disiapkan dari panasnya jilatan api neraka?Apa kita benar2 sudah buta dgn perjalanan sementara ini hingga kita lalai membuat bekal2 untuk persiapan akhirat yg lebih lama dan panjang."Perjalanan kita diatas titian Shiratal mustaqim ini menempuh 15 ribu tahun (Kitab Fathul Bari, Ibnu Hajar: II/6574 dan Al Budur As Safirah fi Umuri Akhirah, Suyuti, hlm.334)" Apa bekal amal shaleh yg bisa membuat kita nyaman dgn situasi diatasnya?Yuk mulai kumpulkan lg bekalnya, jgn bersusah payah dgn urusan yg menyibukan sampai lupa pd akhirat, dampingi sgala aksi dgn sisipan2 takwa.Jgn sampai pesan2 yg mampir pada diri kita tutupi padahal itulah utusan dari tamu bagi setiap mahluk yg akan datang.Sebaik2nya bekal adalah takwa.Adakah tanda2nya?Apa yg kita siapkan yg bisa saja setiap waktu "kehadiran tamu" yg tidak diundang datang sewaktu-waktu.

Yaitu malaikat izrail a.s yg mungkin pada waktu itu sudah tergambar apakah beliau hadir dalam keadaan menakutkan ataukah datang dgn lemah lembut bagi hambaNya yg sholeh, sebelum itu terjadi telah digambarkan oleh sebagian para nabi ketika berkata kpd malaikat maut "Adakah utusan yg engkau kirimkan lebih dahulu untuk mengingatkan manusia? Malaikat berkata "Ya, demi Allah telah banyak sekali utusanku yaitu berupa SAKIT, PENUH UBAN, TUA RENTA, PENDENGARAN BERKURANG, PENGLIHATAN BERUBAH maka apabila org2 yg tertimpa itu tdk ingat dan tidak siap sedia, lalu pada saat dicabut nyawanya akupun berseru kpdanya: "Bukankah aku telah mengirimkan kpdmu utusan dan peringatan2 sebagai pengingatmu?Dan kali inilah utusan terakhir yg tidak ada utusan lain sesudah aku dan akulah pemberi ingat terakhir yg tidak ada lagi pengingat lain yg akan datang kepadamu sesudah aku"

DICABUTLAH RUH!! Detik demi detik proses pencabutan berlangsung, sebelum pencabutan itu terjadi masing-masing anggota tubuh saling berpamitan satu sama lain, tiap ruas pergelangan masing2 mengucapkan selamat berpisah. Dari Anas bin malik r.a, Rasulullah SAW bersabda "Sesungguhnya hamba itu mengalami KESENGSARAAN diwaktu mati dan bahwasanya segala ruas persendian itu masing2 MENGUCAPKAN SALAM antara satu sama lain, katanya "Selamat berpisah aku dgnmu sampai berjumpa lagi pada hari kiamat" (Hr. Imam Nasa'i)

Selalu siapkan lidah kita, laku langkah kita setiap waktu adalah "ingat mati" dan ingat akan ada seseorang yg menjemput dikala kita mau ataupun tidak, disaat kita ingat pdNya atau sebaliknya sedang berbuat nista dihadapan Allah SWT.Sudah bukan rahasia lg banyak pula org2 yg meninggal pd saat sedang mabuk2an, over dosis narkoba dan mati di tempat pelacuran sedang berzinah.Kira2 seperti apa tamu yg datang wujudnya?Itulah ada anjuran berdoa khusnul khatimah, dlm keadaan baik dan ingat kpd Allah SWT.

Setelah kepastian berpisah dgn jasad lalu kepastian berpisah dgn siapapun yg kita cinta dan sayang, knp Allah ada larangan mencintai berlebihan itu ya untuk kebaikan kita juga, yang menciptakan hati lebih tau kuatnya hati kita seperti apa, orang bilang cinta itu pahatlah di batu tapi kebencian tulislah di atas pasir.Pada kenyataannya itu akan menyiksa kita.Krn rasa cinta yg terlalu dalam terpatri kuat kpd selainNya "kita cenderung samar" tidak bisa membedakan mana rasa yg paling kuat, apkah memenuhi panggilan kekasih atau rabb kita?Larangan Allah bukan sembarang melarang tp memang untuk memudahkan kita menjalani hidup ini, siapa yg lebih tau diri kita atau Allah yg menciptakan kita?Yg membekali kita akal, hati, semua panca indera, merasa cukup dengan semua itu?Hati2 perasaan takabur :) dgn begitu qt menyepelekan ke Maha besaran Allah, perasaan harap dan takut (roja' danm khauf) senantiasa dipupuk sama-sama karena itulah yg menjaga kualitas ibadah kita agar tidak sia-sia. (Nanti ada bahasan tentang roja' dan khauf lbh spesifik)

Intinya boleh kita mencintai tapi jagalah dalam koridor takwa, jgn sampai memuji dan memuja pasangan atau apa yg kita sukai itu berlebihan.Pertimbangkn setiap niat, perkataan, sikap yg akan kita berikan kpd pasangan apakah kira2 akan menyamai puja dan pujian cinta kpdNya atau masih sekedarnya.Jgn takut dibilang tidak romantis, biar saja, krn klo romantis biasanya ada istilah makin sini makin romantis, hehe.. makin menjadi2 kata2 pujian kpdnya justru menjerumuskan diri kita pd sikap berlebihan.Smuanya itu fana slalu berubah hingga setiap diri kita akan merasa tidak puas.Kecuali cinta karena Allah.Silahkan baca renungan singkat tentang Aksi Untuk Akhirat.

Semuanya akan berpisah.Bukan pertemuan yg saya takutkan tp saya takut perpisahan itu menyakitkan, sehingga pertemuan itu dibuat sekedarnya saja agar hati tak terikat kencang kpdnya.Wah malah bilang pasangan "berarti kamu gak cinta dgn aku?" atau "kamu gak cinta dgn anak2 kita" loh, bkn sperti itu tp alangkah baiknya kita menuruti apa kata Allah dan RasulNya, bukankah sudah ada suri tauladan yg baik pd diri Rasulullah saw?Kita ingin saling mencintai seperti yg di tuntunkan, beliau jg mencintai istri2nya, anak2nya, bahkan Aisyah r.a pula cemburu kepada Khadijah r.a meski tak pernah bertemu dengannya semasa masih hidup.

Suatu hari istri beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain (yakni ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha) berkata, “Aku tidak pernah cemburu kpd seorang pun dari istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti cemburuku pada Khadijah, padahal aku tidak pernah melihatnya, akan tetapi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu menyebutnya.” (HR. Bukhari)

Begitu mencintainya sampai2 dalam kisah perjalanan Rasulullah SAW ini ada yg bernama tahun2 kesedihan.Bagi yg ingin tau apa itu tahun2 kesedihan?Silahkan pesan DVD MHC diadalamnya ada kisah2 perjalanan dalam meneggakan dhienul Islam oleh Rasulullah SAW dari sebelum diangkat mjd rasul sampai wafat beliau.

Setelah berpisah dan dijemput oleh malaikat izrail a.s apa yg kita temui selepas pintu mati?Alam kubur dan alam barzah yg akan dilewati.Siapa yg menemani ketika itu di alam kubur?Amal2 kita.Dalam sebuah hadits Qudsi, Rasulullah SAW bersabda, Allah berfirman "Demi kebesaran dan keagunganKu, tidak Aku keluarkan hambaKu dari dunia ini sehingga Aku hapuskan kesalahan amal perbuatanya.Aku sakitkan tubuhnya.Aku timpakan musibah kpd keluarganya dan anak-anaknya.Aku sempitkan penghidupannya.Aku tutup pintu rizkinya, sehingga tinggal sebesar dzarah dan Aku susahkan matinya, seperti dia berada di hari dilahirkan oleh ibunya"

PERTANYAAN KUBUR DAN JAWABAN YG DATANG DARI ORANG TA'AT KEPADA ALLAH SELAMA DI DUNIA:
Kemudian datang 2 org malaikat kpdnya dan mendudukkannya (yakni menjadikannya duduk). Kemudian mereka bertanya kepadanya; ‘Siapa Tuhan kamu?’. Ia akan menjawab; ‘Tuhanku adalah Allah’. Mereka bertanya lagi kepadanya; “Apa agama kamu?”. Ia menjawab; “Agamaku adalah Islam”. Mereka bertanya lagi; “Siapa lelaki ini yg diutuskan kepada kamu sekelian (yakni Muhammad)?”. Ia menjawab; “Dia adalah Rasul Allah”. Mereka bertanya lagi; “Apakah ilmu kamu?”. Ia menjawab; “Aku membaca kitab Allah, lalu aku beriman dan membenarkannya”.

Lalu seorang penyeru berseru dari langit; “Benarlah apa yg dikatakannya itu. Hamparilah ia dgn hamparan dari syurga, pakaikanlah ia dgn pakaian dari syurga dan bukakanlah untuknya satu pintu ke syurga”. Maka sampailah kepadanya bauan dan haruman dari syurga dan dilapangkan untuknya kuburnya seluas mata memandang. Kemudian datang seorang lelaki yg elok rupanya, cantik pakaiannya dan harum baunya. Lelaki itu berkata kepadanya; “Bergembiralah dgn suasana yg disukai kamu ini. Hari ini adalah hari yg telah dijanjikan untukmu”. Ia bertanya; “Siapakah kamu?. Kamu datang dgn wajah yg membawa kebaikan”. Lelaki itu menjawab; “Akulah amal soleh kamu”. Ia (yakni si mati yg beriman itu) lalu berkata; “Wahai Tuhanku! dirikanlah kiamat, dirikanlah kiamat, supaya aku mendapat kembali keluargaku dan hartaku”.

PERTANYAAN KUBUR DAN JAWABAN YG DATANG DARI ORANG KAFIR dan YANG TIDAK TA'AT KEPADA ALLAH SELAMA DI DUNIA:
Adapun seorang hamba yg kafir dan jahat pula, pd ketika hendak berpisah dgn dunia dan menuju akhirat (yakni ketika hampir mati), turun kpdnya malaikat-malaikat berwajah hitam membawa bersama mereka kain kafan yg buruk. Mereka duduk mengelilinginya sejauh mata memandang. Kemudian datang malaikat maut dan duduk di ujung kepalanya dan berkata: ‘Wahai ruh yg kotor, keluarlah kepada kemurkaan dari Allah dan kemarahanNya. Maka bertempiaranlah ruh pada jasadnya (seolah-olah hendak melarikan diri).

Nah coba kita renungkan sudah sebesar apa amal2 kita siapkan sebagai bekal teman di alam kubur?Sudah seberapa sering dosa-dosa kita mintakn ampunan?kpd teman2 saudara2 yg kita scara tak terasa sia-siakan, sepelekan susahnya kita enggan membantunya krn tidak bs membayar balasan kpd kita.Apakah kita akan menunggu didatangkan penyakit, musibah, tertutup pintu rizki, susah matinya?Yg sesungguhnya bukan Allah yg menyakiti kita, namun Allah Maha Adil dan Kasih Sayang agar tidak mendapatkan siksa yg berat di akhirat, cukup di dunia saja sebagai penggantinya.. istigfarlah, meminta ampunan segera, krn kita memang tidak luput dari dosa dan khilaf.

Ya Allah yg Maha Agung Maha Pengampun lagi mempunyai kedudukan Yg Maha Mulia Segala Puji dan Puja bagi Engkau dari seisi langit dan bumi dan selebihnya dari itu Ya Aziz Ya Ghafaar Ya Malikul Quddus.. Shalawat dan salam smoga terlimpahkan kpd junjungan org yg paling engkau cintai dan kami pengikutnya untuknya muhammad sholallahu 'alaihi wa 'alaihi wassalam, limpahkanlah rahmatMu kpd kami, tmn2 hamba, smoga kmudahan dan penjagaan snantiasa dihadirkn untuk mreka, turunkn ampunanMu bila mreka dapati Engkau ksalahan2 sungguh hamba mrasa sedih dan luka bila hamba ini tak mampu membantu mreka dgn sgala keterbatasan yg hamba milki namun kpd Engkaulah sgala urusan dikembalikan krn dgn segala keMaha-anMu keperkasaanMu stiap masalah adlh semudah membalikan telapak tangan, mudahkan Ya Allah mungkin saja ada yg kondisinya lebih sulit daripada aku sdangkan dia yakin akan karuniaMu, menanti2 pertolonganMu, segerakanlah rahmatMu, sungguh kpd Engkaulah bergantung stiap mahluk.Amin Ya Syakuur.

(Indah?Terharu?Sungguh.. bila doa itu dilakukan dgn sungguh2, btw, saya aja gemeteran, haru, smoga tmn2 smua diberikan kmudahanlah ya.. mungkn ada yg lbh susah drpd saya skarang ni.. qt syukuri yg ada, msh bs doa, lalu apa yg kurang?ya kn :)" msh bs rasain nikmatnya islam) Saling mendoakan itu mustajab, subhanallah karunia dari Allah qt saling jaga tnpa saling tahu, jd doakn shabat2, org2 qt cinta, org2 qt benci/membnci qt agar dbrikan kmudahan lawan hawa nafsunya, cobaan2 hidup, krn toh qt smua 1 tujuan pasti ingin lihat wajah Allah yg tiap waktu qt sujud dn rindu pd Muhammad SAW yg tak prnah qt jumpa.“Adapun doa seorang Muslim bg saudaranya yg tidak hadir adalah mustajab. Di sisi kepalanya ada malaikat yg diwakilkan. Setiap kali dia mendoakan kebaikan bg saudaranya itu, malaikat yg diwakilkan itu pula berkata: “Amin, dan bagimu seumpama... apa yg engkau doakan itu” (Hr. Muslim) Karunia... dari Allah bagi seorang muslimin dan muslimat.. sudah di syukuri nikmat islam?? :) gak pcy?cb doakan org lain yg dia gak tau qt doakan kbaikan.. yg tulus.. apa kira2 berbalik gak qt jg kena cipratan sukses doa qt :) lakukan dgn pnuh kyakinan.. insya Allah terjadi.. mulai skarang.. yukk aku mw doain siapa ya..hehe

Jgn lupa di apit dgn shalawat :) Telah diriwayatkan oleh seorang sahabat yang bernama Fadhalah bin ‘Abid Radhiallahu ‘anhu bahwa dia mendengar daripada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam yang maksudnya : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mendengar seorang lelaki berdoa di dalam shalatnya, dia tidak mengagungkan Allah Subhanahu wa Ta‘ala, dan tidak membaca sholawat kpd Nabi, maka Rasulullah bersabda: "Tergesa-gesa orang ini!” Kemudian Baginda memanggilnya, lalu bersabda kpdnya atau pd org lainnya: “Apabila seseorang berdoa, maka mulailah dgn mengagungkan Tuhannya dan memujiNya, setelah itu mengucapkan sholawat kpd Nabi, kemudian dia (boleh) berdoa sesudah itu mengikut kehendaknya.” (Hr. Abu Daud)

Dari Sayyidina ‘Umar bin al-Khattab Radhiallahu ‘anhu berkata bahwa setiap doa yg TIDAK DIMULAI dgn bersholawat kpd Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah doa yg TERHALANG. Sayyidina ‘Umar berkata yg artinya :“Sesungguhnya doa itu akan berhenti (tergantung) di antara langit dan bumi tidak boleh naik ke atas, sehingga dia mengucapkan sholawat atas Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wasallam” (Al Hadits)

(Khairu Ummah)

Rabu, 27 Juli 2011

TAHUKAH KITA?

Seorang ulama sufi, Abu Yazid Al Busthami pernah mengatakan: Pada mulanya saya telah salah menduga dalam empat hal, yaitu :
saya mengira bahwa sayalah yang berdzikir, mengetahuiNya, cinta kepadaNya dan mencariNya. tetapi setelah mengetahui, nyata bahwa dzikrullah mendahului dzikirku, pengetahuan Allah mendahului pengetahuanku, cinta Allah mendahului cintaku dan Dia lebih dahulu menarik aku sebelum aku datang kepadaNya.


ENGKAU BERSAMA ORANG YANG KAU CINTAI

Diceritakan oleh Anas bin Malik, seorang Arab dari dusun datang ke Masjid Nabawi, dengan berani ia bertanya , “”Ya Rasulullah, kapan kiamat terjadi ?” Rasululllah melakukan sholat tanpa menjawab pertanyaan itu.
Usai sholat beliau menghadap jama’ah, “mana orang yang bertanya tentang hari kiamat itu?”.
Orang Arab itu berkata, “Saya, ya Rasulullah.”
Rasulullah bertanya, “Apa yang sudah kau persiapkan buat hari kiamat?”
Mendengar pertanyaan Nabi SAW itu, seluruh keberaniannya hilang. Ia menundukkan kepalanya dan berguman, “Wallahi, ma a’dadtu laha min katsiri amali, shalatin wa laa shaumin, illa inni uhibbullaha wa rasulih”. Demi Allah, aku tidak mempersiapkan amal yang banyak, tidak pula shalat yang banyak dan tidak juga puasa yang banyak. Tetapi aku mencintai Allah dan RasulNya. Nabi bersabda, “Innaka ma’a man ahbabta!” Engkau bersama orang yang engkau cintai.


BERAPA LAMA KITA DIKUBUR?

Awan sedikit mendung, ketika kaki kaki kecil Yani berlari-lari gembira di atas jalanan menyeberangi kawasan lampu merah Karet.

Baju merahnya yg Kebesaran melambai Lambai di tiup angin. Tangan kanannya memegang Es krim sambil sesekali mengangkatnya ke mulutnya untuk dicicipi, sementara tangan kirinya mencengkram Ikatan sabuk celana ayahnya.

Yani dan Ayahnya memasuki wilayah pemakaman umum Karet, berputar sejenak ke kanan & kemudian duduk Di atas seonggok nisan "Hj Rajawali binti Muhammad 19-10-1915 : 20- 01-1965 "

"Nak, ini kubur nenekmu mari Kita berdo'a untuk nenekmu" Yani melihat wajah ayahnya, lalu menirukan tangan ayahnya yg mengangkat ke atas dan ikut memejamkan mata seperti ayahnya. Ia mendengarkan ayahnya berdo'a untuk Neneknya...

"Ayah, nenek waktu meninggal umur 50 tahun ya Yah." Ayahnya mengangguk sembari tersenyum, sembari memandang pusara Ibu-nya.

"Hmm, berarti nenek sudah meninggal 42 tahun ya Yah..." Kata Yani berlagak sambil matanya menerawang dan jarinya berhitung. "Ya, nenekmu sudah di dalam kubur 42 tahun ... "

Yani memutar kepalanya, memandang sekeliling, banyak kuburan di sana . Di samping kuburan neneknya ada kuburan tua berlumut "Muhammad Zaini: 19-02-1882 : 30-01-1910"

"Hmm.. Kalau yang itu sudah meninggal 106 tahun yang lalu ya Yah", jarinya menunjuk nisan disamping kubur neneknya. Sekali lagi ayahnya mengangguk. Tangannya terangkat mengelus kepala anak satu-satunya. "Memangnya kenapa ndhuk ?" kata sang ayah menatap teduh mata anaknya. "Hmmm, ayah khan semalam bilang, bahwa kalau kita mati, lalu di kubur dan kita banyak dosanya, kita akan disiksa dineraka" kata Yani sambil meminta persetujuan ayahnya. "Iya kan yah?"

Ayahnya tersenyum, "Lalu?"
"Iya .. Kalau nenek banyak dosanya, berarti nenek sudah disiksa 42 tahun dong yah di kubur? Kalau nenek banyak pahalanya, berarti sudah 42 tahun nenek senang dikubur .... Ya nggak yah?" mata Yani berbinar karena bisa menjelaskan kepada Ayahnya pendapatnya.

Ayahnya tersenyum, namun sekilas tampak keningnya berkerut, tampaknya cemas ..... "Iya nak, kamu pintar," kata ayahnya pendek.

Pulang dari pemakaman, ayah Yani tampak gelisah Di atas sajadahnya, memikirkan apa yang dikatakan anaknya... 42 tahun hingga sekarang... kalau kiamat datang 100 tahun lagi...142 tahun disiksa .. atau bahagia dikubur .... Lalu Ia menunduk ... Meneteskan air mata...

Kalau Ia meninggal .. Lalu banyak dosanya ...lalu kiamat masih 1000 tahun lagi berarti Ia akan disiksa 1000 tahun?
Innalillaahi WA inna ilaihi rooji'un .... Air matanya semakin banyak menetes, sanggupkah ia selama itu disiksa? Iya kalau kiamat 1000 tahun ke depan, kalau 2000 tahun lagi? Kalau 3000 tahun lagi? Selama itu ia akan disiksa di kubur. Lalu setelah dikubur? Bukankah Akan lebih parah lagi?
Tahankah? padahal melihat adegan preman dipukuli massa ditelevisi kemarin ia sudah tak tahan?

Ya Allah... Ia semakin menunduk, tangannya terangkat, keatas bahunya naik turun tak teratur.... air matanya semakin membanjiri jenggotnya

Allahumma as aluka khusnul khootimah.. berulang Kali di bacanya DOA itu hingga suaranya serak ... Dan ia berhenti sejenak ketika terdengar batuk Yani.

Dihampirinya Yani yang tertidur di atas dipan Bambu. Di betulkannya selimutnya. Yani terus tertidur.... tanpa tahu, betapa sang bapak sangat berterima kasih padanya karena telah menyadarkannya arti sebuah kehidupan... Dan apa yang akan datang di depannya...

"Yaa Allah, letakkanlah dunia ditanganku, jangan Kau letakkan dihatiku..."


KELAHIRAN AJAIB DARI BAGINDA NABI MUHAMMAD
SHOLLALLOHU 'ALAYHI WASALLAM

A'uudzu billahi minasy syaithanirrajiim
Bismillahirrahmanirrahiim
Wassholatu wassalamu 'ala asyrafil anbiyaa-i wal Mursaliin
Sayyidina Muhammadin wa 'ala aalihi wasahbihi ajma'in
Dikutib dari :
Mawahib al-Laduniyyah bil-Minahil-Muhammadaniyyah[*]
(Karunia Ilahiah dalam Bentuk Karunia Muhammadaniyyah)
oleh Ahmad Shihabuddeen Al Qasthalani

Amr ibn Qutaiba mendengar ayahnya, yang merupakan seseorang yang amat berilmu, mengatakan, "Ketika saatnya tiba bagi Aminah untuk melahirkan, ALLAH berfirman kepada para Malaikat, 'Bukalah seluruh pintu-pintu Langit, dan pintu-pintu Surga.' Matahari pada hari itu bersinar dengan cahaya yang agung, dan pada tahun itu pula ALLAH SWT mengizinkan seluruh wanita di Bumi untuk mengandung anak laki-laki, demi kehormatan Muhammad sall-ALLAHu 'alayhi wasallam."

Ibn 'Abbas (RA) berkata bahwa Aminah RA pernah meriwayatkan sebagai berikut, "Seorang Malaikat datang kepadaku dalam suatu mimpi selama bulan keenam kehamilanku dan berkata padaku, 'Wahai, Aaminah, engkau tengah mengandung seseorang yang terbaik dari seluruh alam. Jika kau telah melahirkannya, beri nama dia Muhammad, dan jagalah ini sebagai rahasia.' Saat aku mulai mengalami rasa sakit dalam proses melahirkan, tak seorang pun tahu bahwa aku berada di rumah sendirian, termasuk Abd Al-Muttalib yang tengah melakukan thawaf mengelilingi Ka'bah. Aku mendengar suara keras yang membuatku takut. Kemudian, aku melihat apa yang nampak seperti sayap dari seekor burung putih, menggosok kalbu (jantung)-ku, menghilangkan seluruh rasa takut, dan seluruh rasa sakit yang kurasakan hilang. Di hadapanku muncul suatu minuman putih yang kemudian kuminum, dan setelah itu muncul suatu cahaya terang yang jatuh padaku dan aku dikelilingi oleh beberapa wanita, tinggi bagai pohon-pohon palem, yang terlihat seperti wanita- wanita Abd Manaf. Aku terpesona, dan berpikir, 'Ooh, bagaimanakah mereka tahu akan diriku?' Mereka berkata padaku, 'Kami adalah 'Asiyah, istri Fir'aun, dan Maryam, putri Imran.' Kondisi tubuhku makin memuncak (menuju kelahiran), dan aku dapat mendengar suara dentuman yang makin mengeras dan makin menakutkan jam demi jam. Ketika aku sedang mengalami hal-hal ini, tiba-tiba kulihat selembar kain sutra putih terentang di antara Langit dan Bumi, dan mendengar seseorang berkata, 'Sembunyikan dirinya (bayi Muhammad sall-ALLAHu 'alayhi wasallam) hingga tak seorang pun dapat melihatnya.' Aku melihat beberapa orang laki- laki berdiri di udara dengan kendi-kendi perak di tangan mereka. Aku melihat sekelompok burung-burung memenuhi kamarku, masing-masing memiliki paruh emerald dan sayap-sayap rubi. Kemudian ALLAH SWT mengangkat tirai hijab dari penglihatanku, dan aku menyaksikan seluruh Bumi di Timur dan Barat, dan tiga spanduk ditegakkan; satu di Timur, satu di Barat, dan satu di atap Ka'bah. Kemudian aku pun melahirkan Muhammad. Segera ia bersujud, mengangkat kedua tangannya ke Langit seakan-akan sedang memohon dengan rendah hati. Kemudian aku melihat suatu awan putih datang dari Langit yang menaunginya dan menyebabkannya hilang dari pandanganku, dan aku mendengar suatu suara yang menyeru, 'Bawa dia berkeliling ke segenap penjuru bumi, timur dan barat, dan ke dalam lautan dan samudera, sehingga semua akan mengetahui tentang dirinya dengan namanya, sifat-sifatnya, dan bentuknya.' Kemudian awan itu lenyap dengan cepatnya."

Al-Khatiib Al-Baghdadi meriwayatkan bahwa Aaminah (RA) berkata, "Saat aku melahirkan Muhammad sall-ALLAHu 'alayhi wasallam, aku melihat suatu awan besar yang bersinar, di dalam mana kudengar kuda-kuda meringkik, sayap- sayap terkepak, dan manusia-manusia bercakap. Awan itu meliputinya sall-ALLAHu 'alayhi wasallam dan ia sall-ALLAHu 'alayhi wasallam pun lenyap dari pandanganku. Kemudian aku mendengar suatu suara yang menyeru, 'Bawalah Muhammad ke segenap penjuru Bumi. Tunjukkanlah dia pada seluruh makhluq dan wujud spritual; pada Jinn, manusia, malaikat, burung-burung, dan hewan-hewan liar. Berikan padanya bentuk Adam, pengetahuan Seth (Syits), keberanian Nuh, persahabatan Ibrahim, lidah Ismail, keqonaahan (kepenerimaan) Ishaq, kefasihan Salih, kebijaksanaan Luth, kabar gembira dari Ya'qub, kekuatan dari Musa, kesabaran Ayyub, ketaatan Yunus, perjuangan Yasa' (Joshua), perlindungan Dawud, cinta Daniel, rasa hormat yang dimiliki Ilyas, kesucian Yahya, dan kezuhudan 'Isa, dan tenggelamkan ia dalam sifat-sifat para Nabi.' Lalu, awan itu menghilang dan Muhammad menggenggam selembar kain sutra hijau yang tergulung rapat, dengan air yang memancar dari dalamnya, dan seseorang berkata, 'Hebat, hebat, Muhammad telah menggenggam seluruh alam; seluruh makhluq di dalamnya telah masuk dalam genggamannya, tanpa satu pun tersisa.' Kemudian aku melihat padanya dan ia pun melihat padaku, dan ia tampak bagaikan bulan purnama yang indah di waktu malam. Semerbak wanginya menyebar bagai misik terbaik, dan tiba-tiba muncul tiga orang, salah seorang dari mereka membawa kendi perak, yang kedua bak mandi emerald, dan yang ketiga, membawa selembar kain sutra putih, yang ia buka lipatannya. Ia kemudian mengeluarkan sebuah cincin yang berkilau indah, lalu mencuci cincin itu dalam kendi tadi tujuh kali, kemudian ia membuat cap (tanda) di antara kedua bahunya sall-ALLAHu 'alayhi wasallam dengan cincin itu, membungkusnya dengan sutra tadi, dan akhirnya membawanya di bawah sayap-sayapnya dan memberikannya kembali kepadaku."

Ibn 'Abbas (RA) meriwayatkan, "Ketika Muhammad sall-ALLAHu 'alayhi wasallam dilahirkan, Ridwan, penjaga Surga, berujar di telinganya mengatakan, 'Berbahagialah, oh, Muhammad, pengetahuan apa pun yang dimiliki nabi lainnya, engkau pun telah dikaruniai pengetahuan dan ilmu itu. Karena itulah, engkaulah yang paling berpengetahuan dan memiliki hati paling berani, di antara mereka.'"

Ibn 'Abbas (RA) juga meriwayatkan bahwa Aminah (RA) berkata, "Ketika aku melahirkan Nabi, bersamanya keluar suatu cahaya yang menerangi ruang di antara timur dan barat. Ia lalu terjatuh ke tanah, bersandar pada kedua tangannya, mengambil segenggam tanah, menggenggamnya, kemudian menengadahkan kepalanya ke Langit."

At-Tabarani meriwayatkan pula bahwa ketika ia terjatuh ke tanah, ia menarik jari-jarinya bersamaan, dengan jari telunjuknya mengambil sikap menunjuk, bersaksi atas keesaan (Tawhid) ALLAH.

'Utsman ibn Abi il Aas meriwayatkan bahwa ibunya, Fatimah berkata, "Pada saat kelahiran Muhammad sall-ALLAHu 'alayhi wasallam aku melihat rumah itu dipenuhi cahaya-cahaya dan bintang-bintang pun bergerak mendekatinya hingga aku berpikir bahwa mereka akan jatuh menimpaku."

Al Irbadh ibn Sariya meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad sall-ALLAHu 'alayhi wasallam bersabda, "Aku adalah hamba ALLAH, dan Penutup para Nabi, dari sejak zaman ketika Adam masih dilempar dari tanah liat. Aku akan menjelaskan hal ini padamu: akulah jawaban dari doa ayahku Ibrahim, kabar gembira yang dibawa 'Isa, dan firasat (visi) yang dilihat oleh ibuku. Ibu para Nabi sering melihat firasat/visi." Ketika ibu Nabi melahirkan beliau, ia pun melihat suatu cahaya yang menerangi istana-istana Syria. Dan inilah apa yang dimaksud pamannya Al Abbas (RA) ketika ia mengatakan dalam syairnya, "Ketika dirimu dilahirkan, bumi bersinar dan cakrawala menjadi terang dengan cahayamu. Kami berjalan dalam cahaya itu dan dalam jalur-jalur kebenaran."

Ibn Sa'ad meriwayatkan bahwa ketika Aminah (RA) melahirkan Nabi sall-ALLAHu 'alayhi wasallam ia sama sekali tak mengalami pendarahan nifas (meconium) dengannya.

Mengenai cahaya yang menerangi istana-istana Syria, Lebanon, Palestina, dan Jordania, ada suatu referensi di sini bahwa kerajaan-kerajaan ini menerima manfaat/barakah dari cahaya kenabian Muhammad (Shollallohu 'alayhi wasallam), karena tempat-tempat ini adalah wilayah kedudukan beliau. Telah dikatakan pula, "Kenabian tidak lagi berada dalam Anak-anak Israel, wahai orang-orang Quraisy. Demi ALLAH, Muhammad akan memimpin kalian untuk memiliki suatu pengaruh yang demikian besar hingga akan diperbincangkan dari timur hingga barat."

Di antara keajaiban-keajaiban kelahiran Nabi Shollallohu 'alayhi wasallam telah diriwayatkan pula oleh Ya'qub ibn Sufyan, dengan rawi-rawi yang hasan, dalam Fath Al Bari [1]. Ia berkata bahwa Istana Kisra, kaisar dari Persia berguncang dan empat belas balkonnya runtuh; air Danau Tiberia menguap habis; api Persia padam (menurut berbagai riwayat, api ini telah menyala non- stop selama seribu tahun); dan di Langit keamanan diperketat, dengan dipenuhi lebih banyak penjaga dan bintang penembak yang mencegah setan bersembunyi di sana untuk mencuri berita-berita langit.

Menurut suatu riwayat dari Ibn 'Umar (RA) dan yang lain, Nabi Muhammad Shollallohu 'alayhi wasallam dilahirkan dalam keadaan telah terkhitan dan tali pusarnya telah terputus. Anas (RA) meriwayatkan bahwa Nabi Shollallohu 'alayhi wasallam bersabda, "Salah satu dari tanda-tanda kehormatan yang telah dikaruniakan Tuhanku adalah bahwa aku dilahirkan dalam keadaan terkhitan, dan tak seorang pun melihat bagian pribadiku."

Ada beberapa pendapat berbeda berkenaan dengan tahun kelahiran Nabi Muhammad Shollallohu 'alayhi wasallam. Mayoritas setuju bahwa beliau dilahirkan dalam Tahun Gajah, dan bahwa beliau dilahirkan lima puluh hari setelah peristiwa gajah Abrahah, dan kelahiran beliau adalah pada saat fajar malam kedua belas di bulan Rabi'u al-Awwal. Ibn 'Abbas (RA) berkata, "Muhammad Shollallohu 'alayhi wasallam dilahirkan di hari Senin, diberikan kenabiannya pada hari Senin, berhijrah dari Makkah ke Madinah di hari Senin, tiba di Madinah di hari Senin, dan membawa batu hitam (Hajar al-Aswad) juga di hari Senin; selain itu, peristiwa Fathu Makkah (kemenangan Makkah) dan turunnya Surat Al-Maa-idah keduanya adalah pada hari Senin."

'Abdullah ibn Amr ibn Al Aas (RA) berkata, "Ada seorang pendeta di Marr Al Zhahran, termasuk dari golongan orang-orang Syria, yang namanya adalah Easa. Ia biasa berkata, 'Sudah tiba saatnya bahwa di kalangan orang-orang Makkah, akan lahir seorang anak yang kepadanya akan berserah diri seluruh kaum Arab, dan orang-orang non-Arab akan berada di bawah kekuasaannya. Ini adalah waktu baginya.' Kapan saja seorang bayi laki-laki baru dilahirkan, ia biasa bertanya tentangnya. Pada hari kelahiran Muhammad Shollallohu 'alayhi wasallam 'Abd al-Muttalib pergi ke luar dan mengunjungi Easa. Ia keluar dan berkata padanya, 'Semoga engkau adalah ayah dari jabang bayi yang baru lahir yang terbarakahi yang telah kuceritakan padamu tentangnya. Aku pernah mengatakan bahwa ia akan dilahirkan di hari Senin, menerima kenabiannya di hari Senin, dan wafat di hari Senin.' Abd Al-Muttalib menjawab, 'Malam ini, saat fajar, aku memiliki bayi yang baru lahir.' Sang pendeta bertanya, 'Kau beri nama apa dia?' 'Abd Al-Muttalib menjawab, 'Muhammad'. Easa berkata, 'Aku telah mengantisipasi bahwa bayi yang baru lahir ini akan berasal dari masyarakatmu. Aku punya tiga tanda atasnya: bintangnya muncul kemarin, ia dilahirkan hari ini, dan namanya Muhammad.' Pada kalendar matahari, hari itu adalah 20 April dan diriwayatkan bahwa beliau lahir di malam hari."

'Aisyah (RA) berkata, "Ada seorang pedagang Yahudi berada di Makkah pada malam saat mana Nabi Shollallohu 'alayhi wasallam dilahirkan. Dia bertanya, 'Wahai, kaum Quraisy, adakah seorang bayi yang baru dilahirkan di antaramu?' Mereka menjawab, 'Kami tidak tahu.' Ia berkata, 'Malam ini, Nabi dari ummat terakhir ini dilahirkan. Di antara kedua bahunya ada suatu tanda yang terdiri atas beberapa rambut di atasnya seperti rambut leher kuda.' Mereka menemani Yahudi itu dan pergi ke ibunda Nabi, dan bertanya padanya apakah mereka dapat melihat putranya. Ia pun membawa putranya yang baru lahir kepada mereka dan mereka membuka punggungnya dan melihat tanda kelahiran itu, saat mana sang Yahudi jatuh pingsan. Ketika ia kembali sadar, mereka bertanya padanya, 'Celakalah kamu. Apa yang telah terjadi padamu?' Ia menjawab, 'Demi ALLAH, kenabian telah pergi meninggalkan anak-anak Israel.' "

Al Hakim meriwayatkan bahwa Nabi Shollallohu 'alayhi wasallam dilahirkan di Makkah dalam rumah Muhammad bin Yousif. Beliau disusui oleh Tsuwaiba, budak perempuan yang dibebaskan oleh Abu Lahab. Abu Lahab membebaskannya karena Tsuwaiba telah membawa berita gembira akan kelahiran Nabi. Setelah kematian Abu Lahab, Abu Lahab pernah terlihat dalam sebuah mimpi, di mana ia ditanya, "Bagaimana keadaanmu?" Abu Lahab menjawab, "Aku berada dalam Neraka. Namun, aku mendapatkan istirahatku setiap hari Senin, saat mana aku mampu menyedot dan meminum air dari titik ini yang terletak di antara jari-jariku," dan ia menunjukkan dengan dua dari ujung-ujung jarinya. "Ini adalah keajaiban yang kuterima karena aku membebaskan Tsuwaiba saat ia membawa berita gembira kelahiran Nabi padaku."

Ibn al Jazri berkata, "jika abu lahab, yang kafir, yang dicela dalam suatu wahyu al quran, tetap saja diberikan balasan atas kebahagiaannya di saat kelahiran nabi (saw), bagaimana dengan kaum muslim dari ummat beliau yang bergembira di saat kelahiran beliau (maulid nabi) dan melakukan yang terbaik untuk merayakannya karena kecintaan mereka pada beliau? Demi jiwaku, pahala dan balasan mereka dari ALLAH, Yang Maha Pemurah akan berupa masuknya mereka ke dalam surga-surga kebahagiaan yang dipenuhi karunia-karunia ALLAH."
ummat islam selalu merayakan bulan kelahiran nabi suci kita (sall allahu 'alaihi wasallam) dengan menyelenggarakan pesta, memberikan berbagai bentuk sadaqah, mengekspresikan kebahagiaan mereka, menambah amal perbuatan baik mereka, dan membaca dengan hati-hati riwayat kelahiran muhammad (sallallahu 'alaihi wasallam). Sebagai balasannya, ALLAH mengaruniakan pada orang-orang beriman dengan barakah yang berlimpah di bulan ini. Telah dibuktikan bahwa salah satu dari sifat-sifat kelahiran Nabi, yang disebut sebagai Mawlid, adalah memberikan keselamatan sepanjang tahun dan kabar gembira akan dipenuhinya semua harapan dan keinginan.

KELAHIRAN AJAIB DARI BAGINDA NABI MUHAMMAD
SHOLLALLOHU 'ALAYHI WASALLAM

A'uudzu billahi minasy syaithanirrajiim
Bismillahirrahmanirrahiim
Wassholatu wassalamu 'ala asyrafil anbiyaa-i wal Mursaliin
Sayyidina Muhammadin wa 'ala aalihi wasahbihi ajma'in
Dikutib dari :
Mawahib al-Laduniyyah bil-Minahil-Muhammadaniyyah[*]
(Karunia Ilahiah dalam Bentuk Karunia Muhammadaniyyah)
oleh Ahmad Shihabuddeen Al Qasthalani

Amr ibn Qutaiba mendengar ayahnya, yang merupakan seseorang yang amat berilmu, mengatakan, "Ketika saatnya tiba bagi Aminah untuk melahirkan, ALLAH berfirman kepada para Malaikat, 'Bukalah seluruh pintu-pintu Langit, dan pintu-pintu Surga.' Matahari pada hari itu bersinar dengan cahaya yang agung, dan pada tahun itu pula ALLAH SWT mengizinkan seluruh wanita di Bumi untuk mengandung anak laki-laki, demi kehormatan Muhammad sall-ALLAHu 'alayhi wasallam."

Ibn 'Abbas (RA) berkata bahwa Aminah RA pernah meriwayatkan sebagai berikut, "Seorang Malaikat datang kepadaku dalam suatu mimpi selama bulan keenam kehamilanku dan berkata padaku, 'Wahai, Aaminah, engkau tengah mengandung seseorang yang terbaik dari seluruh alam. Jika kau telah melahirkannya, beri nama dia Muhammad, dan jagalah ini sebagai rahasia.' Saat aku mulai mengalami rasa sakit dalam proses melahirkan, tak seorang pun tahu bahwa aku berada di rumah sendirian, termasuk Abd Al-Muttalib yang tengah melakukan thawaf mengelilingi Ka'bah. Aku mendengar suara keras yang membuatku takut. Kemudian, aku melihat apa yang nampak seperti sayap dari seekor burung putih, menggosok kalbu (jantung)-ku, menghilangkan seluruh rasa takut, dan seluruh rasa sakit yang kurasakan hilang. Di hadapanku muncul suatu minuman putih yang kemudian kuminum, dan setelah itu muncul suatu cahaya terang yang jatuh padaku dan aku dikelilingi oleh beberapa wanita, tinggi bagai pohon-pohon palem, yang terlihat seperti wanita- wanita Abd Manaf. Aku terpesona, dan berpikir, 'Ooh, bagaimanakah mereka tahu akan diriku?' Mereka berkata padaku, 'Kami adalah 'Asiyah, istri Fir'aun, dan Maryam, putri Imran.' Kondisi tubuhku makin memuncak (menuju kelahiran), dan aku dapat mendengar suara dentuman yang makin mengeras dan makin menakutkan jam demi jam. Ketika aku sedang mengalami hal-hal ini, tiba-tiba kulihat selembar kain sutra putih terentang di antara Langit dan Bumi, dan mendengar seseorang berkata, 'Sembunyikan dirinya (bayi Muhammad sall-ALLAHu 'alayhi wasallam) hingga tak seorang pun dapat melihatnya.' Aku melihat beberapa orang laki- laki berdiri di udara dengan kendi-kendi perak di tangan mereka. Aku melihat sekelompok burung-burung memenuhi kamarku, masing-masing memiliki paruh emerald dan sayap-sayap rubi. Kemudian ALLAH SWT mengangkat tirai hijab dari penglihatanku, dan aku menyaksikan seluruh Bumi di Timur dan Barat, dan tiga spanduk ditegakkan; satu di Timur, satu di Barat, dan satu di atap Ka'bah. Kemudian aku pun melahirkan Muhammad. Segera ia bersujud, mengangkat kedua tangannya ke Langit seakan-akan sedang memohon dengan rendah hati. Kemudian aku melihat suatu awan putih datang dari Langit yang menaunginya dan menyebabkannya hilang dari pandanganku, dan aku mendengar suatu suara yang menyeru, 'Bawa dia berkeliling ke segenap penjuru bumi, timur dan barat, dan ke dalam lautan dan samudera, sehingga semua akan mengetahui tentang dirinya dengan namanya, sifat-sifatnya, dan bentuknya.' Kemudian awan itu lenyap dengan cepatnya."

Al-Khatiib Al-Baghdadi meriwayatkan bahwa Aaminah (RA) berkata, "Saat aku melahirkan Muhammad sall-ALLAHu 'alayhi wasallam, aku melihat suatu awan besar yang bersinar, di dalam mana kudengar kuda-kuda meringkik, sayap- sayap terkepak, dan manusia-manusia bercakap. Awan itu meliputinya sall-ALLAHu 'alayhi wasallam dan ia sall-ALLAHu 'alayhi wasallam pun lenyap dari pandanganku. Kemudian aku mendengar suatu suara yang menyeru, 'Bawalah Muhammad ke segenap penjuru Bumi. Tunjukkanlah dia pada seluruh makhluq dan wujud spritual; pada Jinn, manusia, malaikat, burung-burung, dan hewan-hewan liar. Berikan padanya bentuk Adam, pengetahuan Seth (Syits), keberanian Nuh, persahabatan Ibrahim, lidah Ismail, keqonaahan (kepenerimaan) Ishaq, kefasihan Salih, kebijaksanaan Luth, kabar gembira dari Ya'qub, kekuatan dari Musa, kesabaran Ayyub, ketaatan Yunus, perjuangan Yasa' (Joshua), perlindungan Dawud, cinta Daniel, rasa hormat yang dimiliki Ilyas, kesucian Yahya, dan kezuhudan 'Isa, dan tenggelamkan ia dalam sifat-sifat para Nabi.' Lalu, awan itu menghilang dan Muhammad menggenggam selembar kain sutra hijau yang tergulung rapat, dengan air yang memancar dari dalamnya, dan seseorang berkata, 'Hebat, hebat, Muhammad telah menggenggam seluruh alam; seluruh makhluq di dalamnya telah masuk dalam genggamannya, tanpa satu pun tersisa.' Kemudian aku melihat padanya dan ia pun melihat padaku, dan ia tampak bagaikan bulan purnama yang indah di waktu malam. Semerbak wanginya menyebar bagai misik terbaik, dan tiba-tiba muncul tiga orang, salah seorang dari mereka membawa kendi perak, yang kedua bak mandi emerald, dan yang ketiga, membawa selembar kain sutra putih, yang ia buka lipatannya. Ia kemudian mengeluarkan sebuah cincin yang berkilau indah, lalu mencuci cincin itu dalam kendi tadi tujuh kali, kemudian ia membuat cap (tanda) di antara kedua bahunya sall-ALLAHu 'alayhi wasallam dengan cincin itu, membungkusnya dengan sutra tadi, dan akhirnya membawanya di bawah sayap-sayapnya dan memberikannya kembali kepadaku."

Ibn 'Abbas (RA) meriwayatkan, "Ketika Muhammad sall-ALLAHu 'alayhi wasallam dilahirkan, Ridwan, penjaga Surga, berujar di telinganya mengatakan, 'Berbahagialah, oh, Muhammad, pengetahuan apa pun yang dimiliki nabi lainnya, engkau pun telah dikaruniai pengetahuan dan ilmu itu. Karena itulah, engkaulah yang paling berpengetahuan dan memiliki hati paling berani, di antara mereka.'"

Ibn 'Abbas (RA) juga meriwayatkan bahwa Aminah (RA) berkata, "Ketika aku melahirkan Nabi, bersamanya keluar suatu cahaya yang menerangi ruang di antara timur dan barat. Ia lalu terjatuh ke tanah, bersandar pada kedua tangannya, mengambil segenggam tanah, menggenggamnya, kemudian menengadahkan kepalanya ke Langit."

At-Tabarani meriwayatkan pula bahwa ketika ia terjatuh ke tanah, ia menarik jari-jarinya bersamaan, dengan jari telunjuknya mengambil sikap menunjuk, bersaksi atas keesaan (Tawhid) ALLAH.

'Utsman ibn Abi il Aas meriwayatkan bahwa ibunya, Fatimah berkata, "Pada saat kelahiran Muhammad sall-ALLAHu 'alayhi wasallam aku melihat rumah itu dipenuhi cahaya-cahaya dan bintang-bintang pun bergerak mendekatinya hingga aku berpikir bahwa mereka akan jatuh menimpaku."

Al Irbadh ibn Sariya meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad sall-ALLAHu 'alayhi wasallam bersabda, "Aku adalah hamba ALLAH, dan Penutup para Nabi, dari sejak zaman ketika Adam masih dilempar dari tanah liat. Aku akan menjelaskan hal ini padamu: akulah jawaban dari doa ayahku Ibrahim, kabar gembira yang dibawa 'Isa, dan firasat (visi) yang dilihat oleh ibuku. Ibu para Nabi sering melihat firasat/visi." Ketika ibu Nabi melahirkan beliau, ia pun melihat suatu cahaya yang menerangi istana-istana Syria. Dan inilah apa yang dimaksud pamannya Al Abbas (RA) ketika ia mengatakan dalam syairnya, "Ketika dirimu dilahirkan, bumi bersinar dan cakrawala menjadi terang dengan cahayamu. Kami berjalan dalam cahaya itu dan dalam jalur-jalur kebenaran."

Ibn Sa'ad meriwayatkan bahwa ketika Aminah (RA) melahirkan Nabi sall-ALLAHu 'alayhi wasallam ia sama sekali tak mengalami pendarahan nifas (meconium) dengannya.

Mengenai cahaya yang menerangi istana-istana Syria, Lebanon, Palestina, dan Jordania, ada suatu referensi di sini bahwa kerajaan-kerajaan ini menerima manfaat/barakah dari cahaya kenabian Muhammad (Shollallohu 'alayhi wasallam), karena tempat-tempat ini adalah wilayah kedudukan beliau. Telah dikatakan pula, "Kenabian tidak lagi berada dalam Anak-anak Israel, wahai orang-orang Quraisy. Demi ALLAH, Muhammad akan memimpin kalian untuk memiliki suatu pengaruh yang demikian besar hingga akan diperbincangkan dari timur hingga barat."

Di antara keajaiban-keajaiban kelahiran Nabi Shollallohu 'alayhi wasallam telah diriwayatkan pula oleh Ya'qub ibn Sufyan, dengan rawi-rawi yang hasan, dalam Fath Al Bari [1]. Ia berkata bahwa Istana Kisra, kaisar dari Persia berguncang dan empat belas balkonnya runtuh; air Danau Tiberia menguap habis; api Persia padam (menurut berbagai riwayat, api ini telah menyala non- stop selama seribu tahun); dan di Langit keamanan diperketat, dengan dipenuhi lebih banyak penjaga dan bintang penembak yang mencegah setan bersembunyi di sana untuk mencuri berita-berita langit.

Menurut suatu riwayat dari Ibn 'Umar (RA) dan yang lain, Nabi Muhammad Shollallohu 'alayhi wasallam dilahirkan dalam keadaan telah terkhitan dan tali pusarnya telah terputus. Anas (RA) meriwayatkan bahwa Nabi Shollallohu 'alayhi wasallam bersabda, "Salah satu dari tanda-tanda kehormatan yang telah dikaruniakan Tuhanku adalah bahwa aku dilahirkan dalam keadaan terkhitan, dan tak seorang pun melihat bagian pribadiku."

Ada beberapa pendapat berbeda berkenaan dengan tahun kelahiran Nabi Muhammad Shollallohu 'alayhi wasallam. Mayoritas setuju bahwa beliau dilahirkan dalam Tahun Gajah, dan bahwa beliau dilahirkan lima puluh hari setelah peristiwa gajah Abrahah, dan kelahiran beliau adalah pada saat fajar malam kedua belas di bulan Rabi'u al-Awwal. Ibn 'Abbas (RA) berkata, "Muhammad Shollallohu 'alayhi wasallam dilahirkan di hari Senin, diberikan kenabiannya pada hari Senin, berhijrah dari Makkah ke Madinah di hari Senin, tiba di Madinah di hari Senin, dan membawa batu hitam (Hajar al-Aswad) juga di hari Senin; selain itu, peristiwa Fathu Makkah (kemenangan Makkah) dan turunnya Surat Al-Maa-idah keduanya adalah pada hari Senin."

'Abdullah ibn Amr ibn Al Aas (RA) berkata, "Ada seorang pendeta di Marr Al Zhahran, termasuk dari golongan orang-orang Syria, yang namanya adalah Easa. Ia biasa berkata, 'Sudah tiba saatnya bahwa di kalangan orang-orang Makkah, akan lahir seorang anak yang kepadanya akan berserah diri seluruh kaum Arab, dan orang-orang non-Arab akan berada di bawah kekuasaannya. Ini adalah waktu baginya.' Kapan saja seorang bayi laki-laki baru dilahirkan, ia biasa bertanya tentangnya. Pada hari kelahiran Muhammad Shollallohu 'alayhi wasallam 'Abd al-Muttalib pergi ke luar dan mengunjungi Easa. Ia keluar dan berkata padanya, 'Semoga engkau adalah ayah dari jabang bayi yang baru lahir yang terbarakahi yang telah kuceritakan padamu tentangnya. Aku pernah mengatakan bahwa ia akan dilahirkan di hari Senin, menerima kenabiannya di hari Senin, dan wafat di hari Senin.' Abd Al-Muttalib menjawab, 'Malam ini, saat fajar, aku memiliki bayi yang baru lahir.' Sang pendeta bertanya, 'Kau beri nama apa dia?' 'Abd Al-Muttalib menjawab, 'Muhammad'. Easa berkata, 'Aku telah mengantisipasi bahwa bayi yang baru lahir ini akan berasal dari masyarakatmu. Aku punya tiga tanda atasnya: bintangnya muncul kemarin, ia dilahirkan hari ini, dan namanya Muhammad.' Pada kalendar matahari, hari itu adalah 20 April dan diriwayatkan bahwa beliau lahir di malam hari."

'Aisyah (RA) berkata, "Ada seorang pedagang Yahudi berada di Makkah pada malam saat mana Nabi Shollallohu 'alayhi wasallam dilahirkan. Dia bertanya, 'Wahai, kaum Quraisy, adakah seorang bayi yang baru dilahirkan di antaramu?' Mereka menjawab, 'Kami tidak tahu.' Ia berkata, 'Malam ini, Nabi dari ummat terakhir ini dilahirkan. Di antara kedua bahunya ada suatu tanda yang terdiri atas beberapa rambut di atasnya seperti rambut leher kuda.' Mereka menemani Yahudi itu dan pergi ke ibunda Nabi, dan bertanya padanya apakah mereka dapat melihat putranya. Ia pun membawa putranya yang baru lahir kepada mereka dan mereka membuka punggungnya dan melihat tanda kelahiran itu, saat mana sang Yahudi jatuh pingsan. Ketika ia kembali sadar, mereka bertanya padanya, 'Celakalah kamu. Apa yang telah terjadi padamu?' Ia menjawab, 'Demi ALLAH, kenabian telah pergi meninggalkan anak-anak Israel.' "

Al Hakim meriwayatkan bahwa Nabi Shollallohu 'alayhi wasallam dilahirkan di Makkah dalam rumah Muhammad bin Yousif. Beliau disusui oleh Tsuwaiba, budak perempuan yang dibebaskan oleh Abu Lahab. Abu Lahab membebaskannya karena Tsuwaiba telah membawa berita gembira akan kelahiran Nabi. Setelah kematian Abu Lahab, Abu Lahab pernah terlihat dalam sebuah mimpi, di mana ia ditanya, "Bagaimana keadaanmu?" Abu Lahab menjawab, "Aku berada dalam Neraka. Namun, aku mendapatkan istirahatku setiap hari Senin, saat mana aku mampu menyedot dan meminum air dari titik ini yang terletak di antara jari-jariku," dan ia menunjukkan dengan dua dari ujung-ujung jarinya. "Ini adalah keajaiban yang kuterima karena aku membebaskan Tsuwaiba saat ia membawa berita gembira kelahiran Nabi padaku."

Ibn al Jazri berkata, "jika abu lahab, yang kafir, yang dicela dalam suatu wahyu al quran, tetap saja diberikan balasan atas kebahagiaannya di saat kelahiran nabi (saw), bagaimana dengan kaum muslim dari ummat beliau yang bergembira di saat kelahiran beliau (maulid nabi) dan melakukan yang terbaik untuk merayakannya karena kecintaan mereka pada beliau? Demi jiwaku, pahala dan balasan mereka dari ALLAH, Yang Maha Pemurah akan berupa masuknya mereka ke dalam surga-surga kebahagiaan yang dipenuhi karunia-karunia ALLAH."
ummat islam selalu merayakan bulan kelahiran nabi suci kita (sall allahu 'alaihi wasallam) dengan menyelenggarakan pesta, memberikan berbagai bentuk sadaqah, mengekspresikan kebahagiaan mereka, menambah amal perbuatan baik mereka, dan membaca dengan hati-hati riwayat kelahiran muhammad (sallallahu 'alaihi wasallam). Sebagai balasannya, ALLAH mengaruniakan pada orang-orang beriman dengan barakah yang berlimpah di bulan ini. Telah dibuktikan bahwa salah satu dari sifat-sifat kelahiran Nabi, yang disebut sebagai Mawlid, adalah memberikan keselamatan sepanjang tahun dan kabar gembira akan dipenuhinya semua harapan dan keinginan.
)

BERTAFAKUR ITU APA?

APAKAH TAFAKUR ITU? Apa kegiatannya? Dan apa produknya?

DASAR:
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan (alam) ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
(Ali Imran, QS. 3:191)

DEFINISI TAFAKUR :
1 Renungan;Perenungan/ 2 Perihal merenung,memikirkan,atau menimbang-nimbang dng sungguh-sungguh; 3 Pengheningan cipta;
ber·ta·fa·kur adalah melakukan tafakur;
me·na·fa·kur·kan adalah memikirkan (menimbang-nimbang) dng sungguh-sungguh;
ta·fa·kur·an adalah cak bertafakur

Tafakur itu suatu perenungan dengan melihat, menganalisa, meyakini secara pasti untuk mendapatkan keyakinan terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah. Banyak hal dari Allah yang harus ditelaah, dianalisa hingga akal pikiran yakin dan perasaan menerima, seperti sifat sifat Allah, nama nama Allah, ciptaan ciptaan Allah semua akan membawa kepada percaya adanya Allah. Tuhannya Islam bernama Allah dengan memiliki 99 nama lainnya, Allah mempunyai sifat yang spesifik, mempunyai ciptaan, mempunyai dzat Ketuhanan. Tafakur dalam Islam akan meningkatkan tauhid, keyakinan dan kepercayaan kepada Allah berdasarkan akal pikiran dan perasaan atau hati.

Segala sesuatu diawali dengan niat yang tulus. Bertafakur alam, melihat segala ciptaan-Nya untuk diniatkan ibadah mencari keridhoan Allah. Tafakur alam sebagai upaya dzikir mata hati yang semakin mendekatkan kita kepada Allah. Ketika melihat semut, ikan, dan semua makhluk Allah, menyadari bahwa semuanya telah diatur rizki-Nya oleh Allah, tak ada satupun yang terlupa. Ketika kita melihat, menafakuri alam dengan hati yang bersih maka akan semakin mempertebal keimanan dan ketauhidan. Tafakur alam yang benar akan semakin meningkatkan kedekatan kita dengan Allah, membuat kita semakin mengagumi kebesaran Allah, sehingga hidayah Allah akan mengalir deras kepada kita .

Metode tersebut bertujua mempermudah mengamalkan Al-Qur'an selalu muncul sesuai dengan situasi dan perkembangan zaman. Metode yang digunakan boleh berbeda-beda selama tidak menyimpang dari tujuan Allah menurunkan Al-Qur'an sebagai pedoman hidup bagi seluruh manusia agar tidak tersesat selama-lamanya. Tafakur adalah suatu metode baru untuk lebih memudahkan mengamalkan Al-Qur'an. Dengan bertafakur kita dirangsang untuk menggali lautan hikmah yang terdapat di dalam Al-Qur'an..

Apa kegiatannya?

Kegiatannya yaitu menggunakan akal untuk menganalisa/mengobservasi serta hati untuk merasakan/menghayati. Dalam tafakuran ini potensi akalbenar-benar dioptimalkan, jadi kita tidak cukup hanya jadi pendengar saja, apalagi sambil terkantuk-kantuk. Juga potensi kalbu kita kerahkan supaya mudah meraih keyakinan ilahiyyah.

Apa produknya?


Produk yang diharapkan dari tafakur adalah lahirnya keyakinan-keyakinan ilahiyyah yang mampu memudahkan taat pada "aturan main".

Contoh-contoh tafakur

Mengapa alam raya bisa harmonis? Hal ini bisa terjadi karena patuh pada ketentuan Tuhannya. Apakah manusia bisa "harmonis" seperti alam raya, tentram, tidak ada rasa khawatir, was-was dan gelisah? Pasti bisa!! Soal kita belum bisa mendapat ketentraman, tidak ada rasa khawatir, was-was dan gelisah itu soal lain. Yang penting akui dulu bahwa itu adalah kebenaran dan sesuatu yang tidak mustahil bisa dicapai oleh manusia.

Allah berfirman:
"Barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran, dan tidak pula bersedih hati"(QS 2 : 38)

Kunci untuk memperoleh ketentraman menurut ayat di atas adalah taat dalam mengikuti petunjuk Allah, pasti kita akan bahagia selama-lamanya.

Apa yang ditafakuri?

a.Bertafakur mengenai tanda-tanda kekuasaan Allah, akan melahirkan rasa rendah hati dan takzim atas kebesaran Allah.

b.Bertafakur mengenai kenikmatan-kenikmatan yang Allah berikan, akan melahirkan rasa cinta dan syukur kepada Allah atas semua kenikmatan yang telah kita terima dan rasakan. Allah berfirman: "Jika engkau bersyukur atas nikmat yang telah kami berikan, pasti akan Kami tambah kenikmatan padamu. Dan jika kamu kufur atas nikmat yang telah kami berikan sesungguhnya siksa kami sangatlah pedih"(QS 14 : 7)

c.Bertafakur tentang janji-janji Allah, akan melahirkan rasa cinta pada akhirat

d.Bertafakur tentang ancaman-ancaman Allah, akan melahirkan rasa takut berbuat dosa.

e.Bertafakur tentang kematian yang mungkin terjadi setiap saat, akan melahirkan kesadaran bahwa kita tidak akan hidup selamanya dan berusaha mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya untuk kehidupan abadi sesudah kematian.


Kapan tafakur itu dilakukan?


Tentunya tafakur yang paling baik adalah setiap saat dan setiap waktu jika kita lihat fenomena-fenomena disekeliling kita jadikanlah itu sebagai pelajaran bagi kita yang sarat dengan hikmah. Rasulullah saw bersabda: "Bertafakur sejenak lebih baik dari pada ibadah setahun".

Contoh praktek tafakur:

1. Manusia tidak sama dengan obor Akan melahirkan sikap menjadi hati-hati dalam melangkah, karena segala perbuatan kita akan dipertanggung jawabkan di akhirat kelak. Tidak seperti obor, jika minyaknya sudah habis maka apinya akan mati dan menguap begitu saja tanpa harus bertanggung jawab di akhirat.
2. Hidup manusia didunia sebetulnya sedang mengembara Akan melahirkan sikap rajin mengumpulkan bekal untuk pulang dan menyakini bahwa kesenangan adanya ditempat tujuan pulang, bukan di tempat pengembaraan yang hanya sebentar.
3. Letak kepuasan bukan setelah melampiaskan nafsu, tetapi ketika berhasil mengendalikan nafsu. Akan melahirkan sikap sabar dan bisa menahan diri dari segala sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
4. Percuma hidup di dunia kalau di akhirat tidak masuk surga. Akan melahirkan sikap mementingkan urusan akhirat dan tidak akan terbelenggu dengan urusan-urusan duniawi yang sudah pasti akan ditinggalkan.
5. Modal manusia adalah kalbu Akan melahirkan sikap selalu menjaga hati dari segala sesuatu yang bisa merampas kebahagiannya atau DBAS.
6. UUT (ujung-ujungnya taat) Akan melahirkan sikap toleran terhadap perbedaan pendapat selama hal itu bukan penyimpangan terhadap Al-Qur'an. Dan tidak akan melihat siapa yang berbicara, tetapi melihat apa isi yang dibicarakannya. Ali bin Abi Thalib berkata: "Lihatlah olehmu apa yang dibicarakannya dan janganlah engkau melihat siapa yang berbicara".

Senin, 25 Juli 2011

ADZAN BUKAN UNTUK PANGGILAN SHOLAT SAJA

Permasalahan

Ada beberapa kelompok manusia yang mengatakan bahwa seruan adzan itu hanya khusus untuk memanggil sholat saja, tidak boleh untuk yang lain. Sementara sebahagian kaum muslimin yang lain berpendapat bahwa adzan dapat juga dilakukan pada beberapa hal yang selain panggilan untuk menunaikan sholat fardhu yang lima waktu.

Masalah ini memunculkan kebimbangan dan perdebatan di tengah-tengah umat Islam belakangan ini. Apalagi dengan banyaknya beredar buku-buku dan siaran-siaran da’wah melalui media elektronik yang terkadang agak keras menyerang kaum muslimin yang berbeda faham dari mereka, dengan berbagai cercaan; mulai dari tuduhan pemakaian hadits yang statusnya dhoif, tuduhan sebagai amalan sesat dan bid’ah, bahkan sampai dengan ancaman neraka segala. Dengan demikian maka keresahan umat menjadi semakin meluas dan tajam.

Benarkah seruan adzan itu hanya untuk memanggil kaum muslimin melaksanakan sholat? Adakah manfaat yang lain di luar itu? Sebagai jawaban atas masalah yang sering ditanyakan kepada kami maka berikut ini adalah kumpulan beberapa dalil dari ayat-ayat Al Qur’an, hadis Nabi, dan Fatwa Ulama tentang kegunaan adzan dalam Islam.

Pengertian Adzan

Berkata Azhari, seorang ahli bahasa Arab, tentang asal kata adzan : adzdzana al muadzdzinu ta’dziinan wa adzaanan yaitu memberitahu manusia akan masuknya waktu sholat. Maka adzan itu diletakkan dalam bentuk isim tetapi berfungsi sebagai mashdar, yang dalam bahasa bahasa Indonesia bermakna panggilan di waktu sholat. (Lihat Majmu’ Syarah Muhadzdzab Imam Nawawi Jilid 4, halaman 121 cetakan Abbaz bin Ahmad al Baz – Makkah Al Mukarromah).

Kegunaan Adzan

1. Memanggil Sholat

Adzan diperintahkan untuk memanggil umat Islam sebagai tanda masuknya waktu sholat. Hal ini sudah masyhur (terkenal) di kalangan umat Islam dan tidak ada khilaf, perbedaan pendapat antara kaum muslimin tentang hal ini. Semuanya sepakat dalam hal bahwa adzan digunakan untuk panggilan sholat.

Dalil-dalil Qur’an tentang ini adalah;

* Surat al Jumu’ah ayat 9: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
* Surat al-Maidah ayat 58 : “dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal.”

Adapun dalil-dalil hadis tentang hal ini adalah;

* Dari Abdullah bin Zaid bin Abduh Rabihi radhiyallahu ‘anhu berkata dia, “Manakala Rasulullah telah memerintahkan untuk memakai lonceng yang dibunyikan bagi memanggil manusia untuk berkumpul melaksanakan sholat berjamaah, telah berkeliling kepadaku seorang lelaki yang sedang memegang sebuah lonceng ditangannya, pada saat itu aku sedang tidur (bermimpi). Aku berkata, “Wahai hamba Allah apakah engkau menjual lonceng?” orang itu berkata,” Untuk apa lonceng bagimu?” Aku berkata, “Kami mau memanggil manusia untuk melakukan sholat dengan lonceng itu.” Kemudian orang yang dalam mimpi itu berkata, “ Maukah engkau aku tunjukkan sesuatu yang lebih baik daripada memukul lonceng?” lalu aku menjawab, “iya.” Maka orang itu berkata lagi ucapkan olehmu, “Allahu Akbar 4x ..(dan seterusnya sampai selesai kalimat adzan lengkap – pen). Kemudian orang itu mundur tidak jauh daripadaku dan dia berkata, “Jika engkau telah selesai sholat (sunat) maka ucapkanlah Allahu Akbar 2x ….. (bacaan iqomat sampai selesai – pen). Setelah aku terbangun di subuh hari, aku mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan menceritakan tentang mimpiku. Maka Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya mimpimu adalah mimpi yang benar, Insya Allah.” Maka berdirilah bersama Bilal dan ajarkanlah kepada Bilal tentang mimpimu itu agar Bilal beradzan seperti itu, karena suara Bilal lebih baik dari suaramu. Maka aku berdiri bersama Bilal dan mengajarkan seruan adzan itu secara perlahan sementara Bilal menyerukan suara adzan itu dengan keras. Maka telah mendengar Umar bin Khatab di rumahnya akan seruan adzan Bilal tersebut, kemudian beliau segera keluar dari rumahnya sambil menyandang selendangnya. Umar berkata, ”Demi Allah yang telah mengutus Engkau ya Rasul dengan haq, sungguh aku telah melihat dalam mimpiku serupa dengan yang dialami Abdullah bin Zaid itu. Maka Rasulullah menjawab, ”Bagi Allah sajalah segala puji .”(HR. Tarmidzi dan Abu Dawud, sanad yang shohih).

2. Adzan dan Iqomat Pada Anak yang Baru Lahir

Disunnatkan juga mengadzankan anak yang baru lahir pada telinga kanannya dan mengiqomatkan anak tersebut pada telinga kirinya, seperti adzan dan iqomat pada sholat 5 waktu. Tidak berbeda perlakuan adzan dan iqomat ini kepada anak laki-laki ataupun anak perempuan. Hal ini disandarkan pada beberapa hadis antara lain;

* Dari Abi Rofi’ radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah mengadzankan Sayyidina Husain di telinganya pada saat Sayyidina Husain baru dilahirkan oleh Sayyidatuna Fatimah dengan bacaan adzan untuk sholat .” (HR. Ahmad, Abu dawud, Tarmidzi, dishohihkannya).

* Dari Abi Rofi’ berkata dia, “Aku pernah melihat Nabi melakukan adzan pada telinga Al Hasan dan Al Husain radhiyallahu ‘anhuma.” (HR. Thabrani).

* “Barangsiapa yang kelahiran seorang anak, lalu anaknya diadzankan pada telinganya yang sebelah kanan serta di iqomatkan pada telinga yang kiri, niscaya tidaklah anak tersebut diganggu oleh Ummu Shibyan (HR. Ibnu Sunni, Imam Haitsami menuliskan riwayat ini pada Majmu’ Az Zawaid, jilid 4,halaman 59). Menurut pensyarah hadis, Ummu Shibyan adalah jin wanita yang selalu mengganggu dan mengikuti anak-anak bayi. Di Indonesia terkenal dengan sebutan kuntilanak atau kolong wewe.

* Di dalam kitab Majmu Syarah Muhaddzab, Imam Nawawi meriwayatkan sebuah riwayat yang dikutip dari para ulama Syafi’i, bahwa Khalifah Umar bin Abdul Aziz radhiyallahu ‘anhu pernah melakukan adzan dan iqomat pada anaknya yang baru lahir.

Dari keterangan ini jelaslah bagi kita bahwa perkataan orang yang selama ini mengatakan amalan mengadzankan anak yang baru lahir hanya disandarkan pada hadits-hadits dhoif belaka, adalah tidak benar sama sekali!

3. Adzan Pada Keadaan-keadaan yang lain

Selain dua hal tersebut di atas, para ulama Madzhab Syafi’i mengumpulkan dalil-dalil akan adanya manfaat adzan yang lain. Salah satunya saya kutipkan dari kitab Fathul Mu’in karangan Syaikh Zainuddin al Malibari, juga telah disyarahkan keterangannya dalam I’anatut Thalibin oleh Syaikh Sayyid Abi Bakri Syatho’, jilid 2 halaman 268, cetakan Darul Fikri.

Dalam kitab Fathul Mu’in itu disebutkan, ”Dan telah disunnatkan juga adzan untuk selain keperluan memanggil sholat, beradzan pada telinga orang yang sedang berduka cita, orang yang ayan (sakit sawan), orang yang sedang marah, orang yang jahat akhlaknya, dan binatang yang liar atau buas, saat ketika terjadi kebakaran, saat ketika jin-jin memperlihatkan rupanya yakni bergolaknya kejahatan jin, dan adzan serta iqomat pada telinga anak yang baru lahir, dan saat orang musafir memulai perjalanan.”

Keterangan;

Sudah umum diketahui bahwa orang yang sedang marah, berakhlak buruk, binatang liar umumnya terpengaruh oleh gangguan syaitan atau jin, maka adzan pada hal-hal demikian itu, menyebabkan syaitan /jin yang mengganggu akan lari sampai terkentut-kentut bila mendengar adzan (H.R. Bukhari Muslim).

Seperti yang dikatakan Shahabat Umar ra. :

Atsar dari ‘Umar radhiallahu ‘anhu yang dikeluarkan Ibnu Abi Syaibah rahimahullahu dan dishahihkan sanadnya oleh Al-Hafizh rahimahullahu dalam Fathul Bari (6/414): “Sesungguhnya Ghilan disebut di sisi ‘Umar, maka ia berkata: “Sungguh seseorang tidak mampu untuk berubah dari bentuknya yang telah Allah ciptakan. Akan tetapi mereka (para setan) memiliki tukang sihir seperti tukang sihir kalian. Maka bila kalian melihat setan itu, kumandangkanlah adzan.”

Ghilan atau Ghul adalah setan yang biasa menyesatkan musafir yang sedang berjalan di gurun (hutan/jalan). Mereka menampakkan diri dalam berbagai bentuk yang mengejutkan dan menakutkan sehingga membuat takut musafir tersebut. (Tambahan dari Admin Salafytobat)

Adapun mengadzankan mayat ketika dimasukkan ke dalam kubur adalah masalah khilafiyah; Sebagian ulama mengatakan sunnat dan sebagian lagi mengatakan tidak sunnat. Di antara ulama kita yang berpendapat tidak sunnat mengadzankan mayat adalah Syaikh Ibnu Hajar al Haitami rahimahullahu ta’ala, namun demikian, tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan bid’ah sesuatu perkara yang statusnya khilafiyah.

Wallahu a’lam bisshowab

Minggu, 24 Juli 2011

PENGERTIAN BIDAH MENURUT 4 MADZAB

إِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ، وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلُّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
"Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah kitab Allah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad SAW, dan seburuk-buruk perkara adalah perkara baru, setiap perkara baru adalah bid'ah, dan setiap bid'ah itu sesat dan setiap kesesatan itu tempatnya di neraka." (HR. An-Nasa`i)
Hadits ini merupakan salah satu dari sekian banyak hadits yang berbicara tentang bid'ah. Namun untuk memahami perkara bid'ah ini tidak asal begitu saja kita pahami secara harfiah atau tekstual dari hadits tersebut, sehingga siapapun menjadi mudah untuk mengklaim saudara-saudaranya semuslim yang melakukan satu perkara yang tidak pernah dilakukan di zaman nabi SAW kita anggap sebagai pelaku bid'ah yang sesat, dan jika ia sesat berarti tempatnya di neraka. Agar tidak berkesan tergesa-gesa ada baiknya kita memahami terlebih dahulu masalah ini melalui kajian-kajian dari para ulama salafush-shalih kita yang telah terebih dahalu mengkajinya.

Definisi Bid'ah
Untuk mengetahui pengertian bid'ah yang benar maka kita harus terlebih dahulu memahami arti bid'ah secara bahasa (etimologi) dan istilah (terminologi/syariat).
Bid'ah Menurut Bahasa (Etimologi):
Yaitu hal baru yang disisipkan pada syariat setelah setelah ia sempurna. Ibnu As-Sikkit berpendapat bahwa bid'ah adalah segala hal yang baru. Sementara istilah pelaku bid'ah (baca: mubtadi') menurut adat terkesan tercela.
Adapun Abu Adnan berpendapat bahwa bid'ah adalah melakukan satu perbuatan yang nyaris belum pernah dilakukan oleh siapapun, seperti perkataan Anda: si fulan berbuat bid'ah dalam perkara ini, artinya ia telah mendahului untuk melakukan hal itu sebelum orang lain.
Bid'ah Menurut Istilah (Terminologi/Syariat):
Ada dua cara yang ditempuh para ulama untuk mendefinisikan bid'ah menurut syara':
Cara yang pertama: cara atau jalan yang dimotori oleh Al Izz bin Abdussalam (ulama madzhab Syafi'i), dia menganggap bahwa segala hal yang tidak pernah dilakukan Nabi SAW sebagai bid'ah. Bid'ah ini pun terbagi kepada hukum yang lima. Berikut perkataan Al Izz:
"Amal perbuataan yang belum pernah ada di zaman Nabi SAW atau tidak pernah dilakukan di zaman beliau terbagi lima macam;
1. Bid'ah wajib.
2. Bid'ah haram
3. Bidah sunah
4. Bid'ah makruh
5. Bid'ah mubah
Adapun untuk mengetahui semua itu adalah menegembalikan semua perbuatan yang dinggap bid'ah itu di hadapan kaidah-kaidah syariat, jika ia masuk atau sesuai dengan kaidah atau prinsip wajib maka perbuatan itupun menjadi wajib (bid'ah wajib), jika ia masuk atau sesuai dengan kaidah atau prinsip haram maka perbuatan itupun menjadi haram (bid'ah haram), jika ia masuk atau sesuai dengan kaidah atau prinsip sunah maka perbuatan itupun menjadi sunah (bid'ah sunah), jika ia masuk atau sesuai dengan kaidah atau prinsip mubah (boleh) maka perbuatan itupun menjadi mubah (bid'ah mubah). (Lih. Qawa'id Al Ahkam fi Mashalihil Anam, juz 2. h. 204)
Makna tersebut juga dikatakan oleh Imam An-Nawawi yang berpendapat bahwa segala perbuatan yang tidak pernah ada di zaman Nabi dinamakan bid'ah, akan tetapi hal itu ada yang baik dan ada yang kebalikannya/buruk . (lih. Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al Asqalani. Juz 2.h. 394).
Cara kedua yang ditempuh para ulama untuk mendefinisikan bid'ah adalah: menjadikan pengertian bid'ah menurut syariat lebih khusus dari pada menurut bahasa. Sehingga istilah bid'ah hanya berlaku untuk suatu perkara yang tercela saja, dan tidak perlu ada penamaan bid'ah wajib, sunah, mubah dan seterusnya seperti yang diutarakan oleh Al Izz bin Abdussalam. Cara kedua ini membatasi istilah bid'ah pada suatu amal yang diharamkan saja. Cara kedua ini diusung oleh Ibnu Rajab Al Hambali, ia pun memjelaskan bahwa bid'ah adalah suatu perbuatan yang tidak memiliki dasar syariat yang menguatkannya, adapun jika suatu perbuatan ini memiliki dasar syariat yang menguatkannya maka tidak dinamakan bid'ah, sekalipun hal itu bid'ah menurut bahasa. (lih. Jami' Al Ulum Wa Al Hikam h. 223)
Sebenarnya kedua cara yang ditempuh para ulama ini sepakat mengenai hakikat pegertian bid'ah, perbedaan mereka terjadi pada pintu masuk yang akan mengantarkan pada pengertian yang disepakati ini, yaitu bahwa bid'ah yang tercela (madzmumah) adalah yang berdosa jika megerjakannya, dimana perbuatan itu tidak memiliki dasar syar'i yang menguatkannya, inilah makna yang dimaksud dari sabda Nabi SAW,
كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
"Setiap perbuatan bid'ah itu sesat."
Definisi yang jelas inilah yang dipegang oleh para ulama, ahli fikih dan imam yang diikuti. Imam Syafi'i —sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al Baihaqi— bahwa beliau berkata, "Perkara baru yang tidak ada di zaman nabi SAW itu ada dua ketagori, pertama, perkara baru yang bertolak belakang dengan Al Qur`an, Sunnah, pendapat sahabat atau Ijma, maka itu termasuk bid'ah yang sesat (bid'ah dhalalah). Kedua, perkara baru yang termasuk baik (hasanah), tidak bertentangan dengan Al Qur`an, Sunnah, pendapat sahabat atau Ijma, maka perkara baru ini tidak tercela." (Riwayat Al Baihaqi. Lih. kitab Manaqib Asy-Syafi'i, juga oleh Abu Nu'aim dalam kitab Hilyatul Auliya`. 9/113)
Sementara Hujjatul Islam, Abu Hamid Al Ghazali berpendapat bahwa tidak semua perkara baru yang tidak dilakukan di zaman nabi SAW itu dilarang, akan tetapi yang dilarang adalah perkara bid'ah yang bertolak belakang dengan Sunnah dan menghilangkan apa yang sudah ditetapkan syari'at. (Lih.Ihya` Ulumuddin, juz 2, h. 248)
Imam An-Nawawi telah menukil dari Sulthanul ulama, Imam Izzuddin bin Abdussalam, dia berkata di akhir kitab Qawa'id Al Ahkam (kaidah-kaidah hukum), "Bid'ah itu tebagi kepada wajib, sunah, mubah, haram dan makruh…" di kesempatan lain, dalam pembicaraan tentang hukum bersalaman usai shalat, dia juga berkata, "Ketahuilah bahwa bersalaman ini disunahkan pada setiap pertemuan, adapun orang-orang membiasakan bersalaman pada setiap kali usai shalat maka ini tidak ada dasarnya sama sekali, akan tetapi hal itu tidak mengapa dilakukan, karena dasar bersalaman itu adalah Sunnah. Adapun mereka yang membiasakannya pada kondisi tertentu seperti usai shalat maka hal ini tidak keluar dari keberadaan bersalaman yang disinggung oleh dasar syariat (Sunnah). (lih. An-Nanawi dalam Al Adzkar)
Adapun Ibnu Al Atsir berkata, "Bid'ah itu ada dua macam, bid'ah huda (yang berpetunjuk) dan bid'ah dhalal (sesat), jika perkaranya bertolak belakang dengan apa yang diperintahkan Rasulullah SAW maka itu termasuk tercela dan dikecam. Jika perkara itu termasuk yang disunahkan dan dianjurkan maka perkara itu terpuji… dia pun menambahkan: bid'ah yang baik pada dasarnya adalah sunah. Karena itu hadits Nabi SAW, "Bahwa setiap perkara baru itu bid'ah." Dipahami jika perkara baru itu bertentangan dengan dasar-dasar syariat dan bertolak belakang dengan Sunnah." (lih. An-Nihayah, karangan Ibnu Al Atsir juz 1. h. 80)
Ibnu Al Manzhur juga memiliki pendapat yang bagus mengenai definisi bid'ah secara istilah syar'i, menurutnya: Bid'ah itu ada dua macam, bid'ah berpetunjuk (huda) dan bid'ah yang sesat (dhalal). Jika perkara itu bertolak belakang dengan perintah Allah dan Rasul-Nya maka itu termasuk tercela dan dikecam. Adapun jika perkaranya termasuk atau sesuai dengan apa yang dianjurkan Allah dan Rasul-Nya maka itu termasuk perkara terpuji. Adapun perkara yang tidak ada contohnya di zaman nabi SAW seperti macam-macam jenis kebaikan dan kedermawanan serta perbuatan baik lainnya maka itu termasuk perbuatan yang terpuji (seperti bersedekah dengan pulsa, voucher, mengucapkan selamat via email dan SMS atau MMS, mengaji via telepon, dan lain sebagainya. Red)."
Perkara baru ini tidak boleh bertentangan dengan dasar-dasar syariat, karena Nabi SAW telah menilai perbuatan ini (yang sesuai dengan dasar-dasar syari'at) berhak mendapatkan pahala: beliau bersabda, "Siapa yang memulai perbuatan baik maka ia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya." Pada perbuatan kebalikannya beliau bersabda pula, "Siapa yang memulai suatu kebiasaan buruk, maka dia mendapatkan dosanya, dan dosa orang yang mengamalkannya." Hal itu terjadi jika perbuatannya bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya.
Begitupula dengan yang dikatakan Umar, "Ini (shalat Tarawih berjama'ah) bid'ah yang baik". Jika perbuatan itu termasuk katagori kebaikan dan terpuji maka dinamakannya dengan bid'ah yang baik dan terpuji, karena Nabi SAW tidak menyunahkan shalat Tarawih secara berjamaah kepada mereka, Rasulullah hanya melakukannya beberapa hari lalu meninggalkannya dan tidak lagi mengumpulkan jamaah untuk melakukan shalat Tarawih. Praktik shalat Tarawih berjamaah ini juga tidak dilakukan pada masa Abu Bakar. Namun hal itu dipraktikkan di masa Umar bin Al Khaththab, belia menganjurkannya serta membiasakannya, sehingga Umar menamakannya dengan bid'ah pula, namun pada hakikatnya praktik tersebut adalah sunah, berdasarkan sabda Nabi SAW, "Ikutilah Sunnahku, dan sunah khulafa rasyidun setelahku." Juga sabda beliau lainnya, "Ikuti orang-orang setelahku, yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali…" Adapun hadits nabi SAW, "Setiap perkara baru adalah bid'ah" dipahami jika perkara itu bertolak belakang dengan dasar-dasar syariat dan tidak sesuai dengan Sunnah. (lih. Lisan Al 'Arab juz 8. h. 6)
Sikap Para Ulama terhadap Definisi Bid'ah:
Jumhur ulama (mayoritas ulama) berpendapat bahwa bid'ah terbagi beberapa macam, hal ini nampak pada pendapat imam Syafi'i dan para pengikutnya seperti, Al Izzu bin Abdussalam, An-Nawawi dan Abu Syamah. Dari Madzhab Maliki seperti, Al Qarafi dan Az-Zarqani. Dari Madzhab Hanafi, seperti Ibnu Abidin. Dari Madzhab Hambali, seperti Ibnu Al Jauzi. Dari madzhab Zhahiriyah, seperti Ibnu Hazm.
Semua ini tercermin dalam definisi yang diberikan Al Izz bin Abdussalam mengenai bid'ah, yaitu perbuatan atau amal yang tidak pernah ada di zaman Nabi SAW, dan hal ini tebagi pada bid'ah wajib, sunah, haram, makruh dan mubah.
Para ulama ini memberikan contoh-contoh mengenai pembagian bid'ah ini:
a. Bid'ah wajib: seperti mempelajari ilmu nahwu dan sharaf (gramatika bahasa Arab) yang dengannya dapat memahami kalam Ilahi dan sabda Rasulullah. Ini termasuk bid'ah wajib, karena ilmu ini berfungsi untuk menjaga kemurnian syariat, sebagaimana dijelaskan dalam kaidah fikih,
مَا لاَيَتِمُّ الوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ
"Sesuatu yang tanpanya kewajiban tidak akan berjalan sempurna maka sesuatu itu pun menjadi wajib hukumnya."
b. Bid'ah haram: seperti pemikiran sekte Al Qadariyah, sekte Al Jabariyah, sekte Al Murji`ah dan sekte Al Khawarij, paham bahwa Al Qur`an adalah produk budaya, dan paham bahwa zamant ini masih jahiliyah shingga hukum-hukum Islam belum bisa diterapkan, dan lain sebagainya.
c. Bid'ah sunah: seperti merenovasi sekolah, membangun jembatan, shalat tarawih secara bejamaah dengan satu imam, dan adzan dua kali pada shalat Jum'at.
d. Bid'ah makruh: seperti menghiasi atau memperindah Masjid dan Kitab Al Qur`an.
e. Bid'ah mubah: seperti, bersalaman usai shalat jamaah, tahlil, memperingati Maulid Nabi SAW, berdoa dan membaca Al Qur`an di kuburan, dzikir secara berjamaah dengan dipimpin imam usai shalat, dzikir dengan suara keras secara berjamaah, dan keanekaragaman bentuk pakaian dan makanan.

Mengenai bid'ah mubah ini diperlukan sikap toleransi yang tinggi di kalangan umat Islam untuk menjaga persatuan dan persaudaraan yang hukumnya wajib, artinya siapa saja boleh melakukan dan meninggalkannya, jangan sampai ada pemaksaan sedikitpun dalam melakukannya apalagi saling merasa benar atau menyalahkan kelompok lainnya.
Adapun dalil yang menjadi dasar pembagian bid'ah ini menjadi lima adalah:
1. Perkataan Umar tentang shalat tarawih berjamaah di masjid pada bulan Ramadhan dengan mengatakan, ni'matil bid'atu hadzihi (ini sebaik-baik bid'ah).
Diriwayatkan dari Abdurrahaman bin Abdul Qari, dia berkata: aku keluar rumah bersama Umar bin Khaththab pada malam bulan Ramadhan menuju masjid. Kami menyaksikan orang-orang terbagi-bagi, masing masing melakukan shalat sendirian. Kemudian Umar berkata, "Aku berpandangan andai saja aku bisa mengumpulkan mereka pada satu imam maka ini lebih baik dan ideal." Beliaupun bertekad mengumpulkan mereka dengan imamnya Ubai bin Ka'ab. Kemudian aku keluar ke masjid pada hari berikutnya bersama beliau, kamipun melihat orang-orang sedang shalat dibelakang satu imam. Umar lalu berkata, "Ni'matil bid'atu hadzihi (inilah sebaik-baik bid'ah). Adapun melakukannya di akhir malam maka itu lebih afdhal daripada melakukannya di awal malam." (HR. Bukhari)
2. Abdullah bin Umar menilai shalat Dhuha yang dilakukan secara berjamaah di masjid adalah bid'ah, padahal itu merupakan perkara baik.
Diriwayatkan dari Mujahid, dia berkata: aku dan Urwah bin Zubair masuk masjid, ternyata ada Abdullah bin Umar sedang duduk di samping serambi rumah Aisyah, lalu ada sekelompok orang melakukan shalat Dhuha secara berjamaah, kamipun menanyakan hukum shalat mereka ini kepadanya, diapun menjawab, "Bid'ah". (HR. Bukhari dan Muslim)
3. Hadits-hadits yang menunjukkan pembagian bid'ah menjadi bid'ah baik dan buruk diantaranya adalah yang diriwayatkan secara marfu' (shahih dan sampai pada nabi SAW):
"Siapa yang memulai suatu perbuatan baik maka ia akan mendapatkan pahalanya, dan pahala dari orang yang mengikutinya sampai hari kiamat. Siapa yang memulai suatu perbuatan buruk maka ia akan mendapatkan dosanya dan dosa dari orang yang mengikutinya sampai hari kiamat." (HR. Muslim)
Dari apa yang disampaikan dapat kita simpulkan bahwa mengenai bid'ah ini ada dua pandangan para ulama: pertama, seperti yang dikemukan oleh Ibnu Rajab Al Hambali dan selainnya, bahwa semua perbuatan yang diberi pahala dan disyariatkan melakukannya tidak dinamakan bid'ah, sekalipun hal itu pantas dinamakan bid'ah dari segi bahasa, yaitu perbuatan baru yang belum pernah ada yang melakukannya, akan tetapi penamaan bid'ah terhadap perbuatan ini tidak dimaksudkan sebagai bid'ah yang tercela apalagi sesat.
Kedua, pandangan perincian macam-macam bid'ah seperti yang dikemukakan oleh Al Izz bin Abdissalam sebagaimana yang telah kami paparkan sebelumnya.
Sementara sikap kita sebagai muslim terhadap masalah yang cukup penting ini yang mempengaruhi pemikiran Islam, masalah-masalah fikih, juga pandangan atau sikap kita terhadap saudara-saudara semuslim kita lainnya, sehingga janganlah dengan mudah kita mengklaim mereka yang melakukan bid'ah hasanah (yang baik) itu sebagai pelaku bid'ah yang sesat dan fasiq (wal 'iyadzu billah/kita memohon perlindungan kepada Allah dari hal itu), hal ini terjadi karena ketidaktahuan dengan prinsip-prinsip atau kaidah-kaidah yang telah jelas tersebut, sehingga masalah inipun menjadi samar dan aneh di kalangan umat Islam. Wallahu a'lam

Oleh: Syaikh. Prof. Dr. Ali Jum'ah (Mufti Republik Mesir)

Dalil diperbolehkan lakukan sesuatu yg tak pernah di lakukan Rasulullah

Ada sekelompok golongan yg suka membid’ah-bid’ahkan (sesat) berbagai kegiatan yang baik di masyarakat, seperti peringatan maulid, isra’ mi’raj, yasinan mingguan, tahlilan dll.

Kadang mereka berdalil dengan dalih,Agama ini telah sempurna. Jika perbuatan itu baik, niscaya Rasulullah saw telah mencontohkan lebih dulu.
Atau mengatakan,Itu bid’ah , karena tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Atau,jikalau hal tersebut dibenarkan, maka pasti Rasulullah saw memerintahkannya. Apa kamu merasa lebih pandai dari Rasulullah?

Mem-vonis bid’ah sesat suatu amal perbuatan (baru) dengan argumen di atas adalah lemah sekali.Ini kerana alasan itu sebenarnya adalah perkataan yang keluar dari perasaan ego takabbur dan sombong orang kafir, sebab kalau diperhatikan perkataan itu sebenarnya telah diucapkan oleh orang -orang kafir yang bersikap membangga diri dan merasakan kebaikan (Islam )itu adalah mikiknya sahaja seperti firmanNya bermaksud ” dan berkatalah orang kafir itu (dengan bongkaknya ) kalaulah (beriman dengan Quran itu)suatu kebaikan tentulah mereka (umat Islam )tidak akan dapat mendahului kita kepadanya” al Jathiah ayat 14 malah ada berbagai amal baik yang Baginda Rasul saw tidak mencontohkan ataupun memerintahkannya. Teriwayatkan dalam berbagai hadits dan dalam fakta sejarah:


1. Hadis riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw. berkata kepada Bilal ketika shalat fajar (shubuh),
“Hai Bilal, ceritakan kepadaku amalan apa yang paling engkau harap pahalanya yang pernah engkau amalkan dalam masa Islam, sebab aku mendengar suara terompamu di surga. Bilal berkata, “Aku tidak mengamalkan amalan yang paling aku harapkan lebih dari setiap kali aku berssuci, baik di malam maupun siang hari kecuali aku shalat untuk bersuciku itu”.

Dalam riwayat at Turmudzi yang ia shahihkan, Nabi saw. berkata kepada Bilal,
‘Dengan apa engkau mendahuluiku masuk surga? ” Bilal berkata, “Aku tidak mengumandangkan adzan melainkan aku shalat dua rakaat, dan aku tidak berhadats melaikan aku bersuci dan aku mewajibkan atas diriku untuk shalat (sunnah).” Maka Nabi saw. bersabda “dengan keduanya ini (engkau mendahuluiku masuk surga).

Hadis di atas juga diriwayatkan oleh Al Hakim dan ia berkata, “Hadis shahih berdasarkan syarat keduanya (Bukhari & Muslim).” Dan adz Dzahabi mengakuinya.

Hadis di atas menerangkan secara mutlak bahwa sahabat ini (Bilal) melakukan sesuatu dengan maksud ibadah yang sebelumnya tidak pernah dilakukan atau ada perintah dari Nabi saw.

2. Hadis riwayat Bukhari, Muslim dan para muhaddis lain pada kitab Shalat, bab Rabbanâ laka al Hamdu,
dari riwayat Rifa’ah ibn Râfi’, ia berkata, “Kami shalat di belakang Nabi saw., maka ketika beliau mengangkat kepala beliau dari ruku’ beliau membaca, sami’allahu liman hamidah (Allah maha mendengar orang yang memnuji-Nya), lalu ada seorang di belakang beliau membaca, “Rabbanâ laka al hamdu hamdan katsiran thayyiban mubarakan fîhi (Tuhan kami, hanya untuk-Mu segala pujian dengan pujian yang banyak yang indah serta diberkahi).

Setelah selesai shalat, Nabi saw. bersabda, “Siapakah orang yang membaca kalimat-kalimat tadi?” Ia berkata, “Aku.” Nabi bersabda, “Aku menyaksikan tiga puluh lebih malaikat berebut mencatat pahala bacaaan itu.”

Ibnu Hajar berkomentar, “Hadis itu dijadikan hujjah/dalil dibolehannya berkreasi dalam dzikir dalam shalat selain apa yang diajarkan (khusus oleh Nabi saw.) jika ia tidak bertentang dengan yang diajarkan. Kedua dibolehkannya mengeraskan suara dalam berdzikir selama tidak menggangu.”

3. Imam Muslim dan Abdur Razzaq ash Shan’ani meriwayatkan dari Ibnu Umar, ia berkata,
Ada seorang lali-laki datang sementara orang-orang sedang menunaikan shalat, lalu ketika sampai shaf, ia berkata :اللهُ أكبرُ كبيرًا، و الحمدُ للهِ كثيرًا و سبحانَ اللهِ بكْرَةً و أصِيْلاً
Setelah selesai shalat, Nabi saw. bersabda, “Siapakah yang mengucapkan kalimat-kalimat tadi?
Orang itu berkata, “Aku wahai Rasulullah saw., aku tidak mengucapkannya melainkan menginginkan kebaikan.”
Rasulullah saw. bersabda, “Aku benar-benar menyaksikan pintu-pintu langit terbuka untuk menyambutnya.”
Ibnu Umar berkata, “Semenjak aku mendengarnya, aku tidak pernah meninggalkannya.”

Dalam riwayat an Nasa’i dalam bab ucapan pembuka shalat, hanya saja redaksi yang ia riwayatkan: “Kalimat-kalimat itu direbut oleh dua belas malaikat.”

Dalam riwayat lain, Ibnu Umar berkata: “Aku tidak pernah meningglakannya semenjak aku mendengar Rasulullah saw. bersabda demikian.”

Di sini diterangkan secara jelas bahwa seorang sahabat menambahkan kalimat dzikir dalam i’tidâl dan dalam pembukaan shalat yang tidak/ belum pernah dicontohkan atau diperintahkan oleh Rasulullah saw. Dan reaksi Rasul saw pun membenarkannya dengan pembenaran dan kerelaan yang luar biasa.
Al hasil, Rasulullah saw telah men-taqrîr-kan (membenarkan) sikap sahabat yang menambah bacaan dzikir dalam shalat yang tidak pernah beliau ajarkan.

4. Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab Shahihnya, pada bab menggabungkan antara dua surah dalam satu raka’at dari Anas, ia berkata:
“Ada seorang dari suku Anshar memimpin shalat di masjid Quba’, setiap kali ia shalat mengawali bacaannya dengan membaca surah Qul Huwa Allahu Ahad sampai selesai kemudian membaca surah lain bersamanya. Demikian pada setiap raka’atnya ia berbuat. Teman-temannya menegurnya, mereka berkata, “Engkau selalu mengawali bacaan dengan surah itu lalu engkau tambah dengan surah lain, jadi sekarang engkau pilih, apakah membaca surah itu saja atau membaca surah lainnya saja.” Ia menjawab, “Aku tidak akan meninggalkan apa yang biasa aku kerjakan. Kalau kalian tidak keberatan aku mau mengimami kalian, kalau tidak carilah orang lain untuk menjadi imam.” Sementara mereka meyakini bahwa orang ini paling layak menjadi imam shalat, akan tetapi mereka keberatan dengan apa yang dilakukan.
Ketika mereka mendatangi Nabi saw. mereka melaporkannya. Nabi menegur orang itu seraya bersabda, “hai fulan, apa yang mencegahmu melakukan apa yang diperintahkan teman-temanmu? Apa yang mendorongmu untuk selalu membaca surah itu (Al Ikhlash) pada setiap raka’at? Ia menjawab, “Aku mencintainya.”
Maka Nabi saw. bersabda, “Kecintaanmu kepadanya memasukkanmu ke dalam surga.”

Demikianlah sunnah dan jalan Nabi saw. dalam menyikapi kebaikan dan amal keta’atan walaupun tidak diajarkan secara khusus oleh beliau, akan tetapi selama amalan itu sejalan dengan ajaran kebaikan umum yang beliau bawa maka beliau selalu merestuinya. Jawaban orang tersebut membuktikan motifasi yang mendorongnya melakukan apa yang baik kendati tidak ada perintah khusus dalam masalah itu, akan tetapi ia menyimpulkannya dari dalil umum dianjurkannya berbanyak-banyak berbuat kebajikan selama tidak bertentangan dengan dasar tuntunan khusus dalam syari’at Islam.

Kendati demikian, tidak seorangpun dari ulama Islam yang mengatakan bahwa mengawali bacaan dalam shalat dengan surah al Ikhlash kemudian membaca surah lain adalah sunnah yang tetap! Sebab apa yang kontinyu diklakukan Nabi saw. adalah yang seharusnya dipelihara, akan tetapi ia memberikan kaidah umum dan bukti nyata bahwa praktik-prakti seperti itu dalam ragamnya yang bermacam-macam walaupun seakan secara lahiriyah berbeda dengan yang dilakukan Nabi saw. tidak berarti ia bid’ah (sesat).

5. Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab at Tauhid,
dari Ummul Mukminin Aisyah ra. bahwa Nabi sa. Mengutus seorang memimpin sebuah pasukan, selama perjalanan orang itu apabila memimpin shalat membaca surah tertentu kemudian ia menutupnya dengn surah al Ikhlash (Qulhu). Ketika pulang, mereka melaporkannya kepada nabi saw., maka beliau bersabda, “Tanyakan kepadanya, mengapa ia melakukannya?” Ketika mereka bertanya kepadanya, ia menjawab “Sebab surah itu (memuat) sifat ar Rahman (Allah), dan aku suka membacanya.” Lalu Nabi saw. bersabda, “Beritahukan kepadanya bahwa Allah mencintainya.” (Hadis Muttafaqun Alaihi).
Apa yang dilakukan si sahabat itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi saw., namun kendati demikian beliau membolehkannya dan mendukung pelakuknya dengan mengatakan bahwa Allah mencintainya.

Setelah baginda Nabi saw wafat pun amal-amal perbuatan baik yang baru tetap dilakukan. Umat islam mengakuinya berdasar dalil-dalil yang shahih. Simak berbagai contoh berikut,

1. Pembukuan al Qur’an. Sejarah pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an. Bagaimana sejarah penulisan ayat-ayat al Qur’an. Hal ini terjadi sejak era sahabat Abubakar, Umar bin Khattab dan Zaid bin Tsabit ra. Kemudian oleh sahabat Ustman bin ‘Affan ra. Jauh setelah itu kemudian penomoran ayat/ surat, harakat tanda baca, dll.

2. Sholat tarawih seperti saat ini. Khalifah Umar bin Khattab ra yang mengumpulkan kaum muslimin dalam shalat tarawih berma’mum pada seorang imam. Pada perjalanan berikutnya dapat ditelusuri perkembangan sholat tarawih di masjid Nabawi dari masa ke masa.

3. Modifikasi yang dilakukan oleh sahabat Usman Bin Affan ra dalam pelaksanaan sholat Jum’at. Beliau memberi tambahan adzan sebelum khotbah Jum’at.

4. Pembukuan hadits. Bagaimana sejarah pengumpulan dari hadits satu ke hadits lainnya. Bahkan Rasul saw pernah melarang menuliskan hadits2 beliau karena takut bercampur dengan Al Qur’an. Penulisan hadits baru digalakkan sejak era Umar ibn Abdul Aziz, sekitar tahun 100 H.

5. Penulisan sirah Nabawi. Penulisan berbagai kitab nahwu saraf, tata bahasa Arab, dll. Penulisan kitab Maulid. Kitab dzikir, dll

6. Saat ini melaksanakan ibadah haji sudah tidak sama dengan zaman Rasul saw atau para sahabat dan tabi’in. Jamaah haji tidur di hotel berbintang penuh fasilitas kemewahan, tenda juga diberi fasiltas pendingin untuk yang haji plus, memakai mobil saat menuju ke Arafah, atau kembali ke Mina dari Arafah dan lainnya.

Masih banyak contoh-contoh lain.Ini kerana sahabat amat faham dengan panduan agama yang terkandung dalam firmanNya bermaksud “apa yang dibawa oleh Rasulullah itu ambil dan amalkan dan apa yang dilarangnya maka jauhi dan tinggalkanlah al Hasyr ayat 7
jadi perkara yang tidak dilarangnya dan tidak dibawanya malah didiamkan bukan kerana lupa itulah kema’afan dan kelunggaran serta rahmat Allah untuk hambaNya sesuai dengan hadis Rasulullah yang di bawa oleh Imam kita Nawawi ra. dalam kitab arba’innya
Wallahu a’lam.

JANGAN KATAKAN DZIKIR BERJAMAAH BID'AH!!!

DALIL-DALILNYA DZIKIR, TERMASUK DALIL DZIKIR SECARA JAHAR

Dalil-dalil dzikir termasuk dalil dzikir secara jahar (agak keras)
Firman Allah swt. dalam surat Al-Ahzab 41-42 agar kita banyak berdzikir sebagai berikut :
\“Hai orang-orang yang beriman! Berdzikirlah kamu pada Allah sebanyak-banyaknya,dan bertasbihlah;pada-Nya diwaktu pagi ;maupun petang!”.
Dan firman-Nya: فَاذْكُرُونِي أذْكُرْكُمْ ...........
;“Berdzikirlah (Ingatlah) kamu pada-Ku, niscaya Aku akan ingat pula padamu! ” (Al--Baqarah :152)
Firman-Nya اَلَّذِيْنَ يَذْكُرُونَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنوُبِهِم
“...Yakni orang-orang dzikir pada Allah baik diwaktu berdiri, ketika duduk dan diwaktu berbaring”. ;(Ali Imran :191)
;Firman-Nya : وَالذَّاكِرِيْنَ اللهَ كَثِيْرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللهُ لَهُم; مَغْفِرَة وَأجْرًا عَظِيْمٌا

“Dan terhadap orang-orang yang banyak dzikir pada Allah, baik laki-laki maupun wanita, Allah menyediakan keampunan dan pahala besar”. ;(Al-Ahzab :35)

Firman-Nya lagi الَّذِيْنَ آمَنُوا وَ تَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللهِ
ألآ بِذِكْرِ الله تَطْمَئِنُّ الـقُلُوبُ
“Yaitu orang-orang yang beriman, dan hati mereka aman tenteram dengan dzikir pada Allah. Ingatlah dengan dzikir pada Allah itu, maka hatipun akan merasa aman dan tenteram”.(Ar-Ro’d : 28)

Dalam hadits qudsi, dari Abu Hurairah, Rasul saw. bersabda : Allah swt.berfirman :

اَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْـدِي بِي, وَاَنَا مَعَهُ حِيْنَ يَذْكـرُنِي, فَإنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإنْ ذَكَرَنِي فِي مَلاَءٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلاَءٍ خَيْرٍ مِنْهُ وَإنِ اقْتَرَبَ اِلَيَّ شِبْرًا اتَقَرَّبْتُ إلَيْهِ ذِرَاعًا وَإنِ اقْتَرَبَ إلَيَّ ذِرَاعًا اتَقـَرَّبْتُ إلَيْهِ بَاعًـا وَإنْ أتَانِيْ يَمْشِيأتَيْتُهُ هَرْوَلَة.
“Aku ini menurut prasangka hambaKu, dan Aku menyertainya, dimana saja ia berdzikir pada-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam hatinya, maka Aku akan ingat pula padanya dalam hati-Ku, jika ia mengingat-Ku didepan umum, maka Aku akan mengingatnya pula didepan khalayak yang lebih baik. Dan seandainya ia mendekatkan dirinya kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekatkan diri-Ku padanya sehasta, jika ia mendekat pada-Ku sehasta, Aku akan mendekatkan diri-Ku padanya sedepa, dan jika ia datang kepada-Ku berjalan, Aku akan datang kepadanya dengan berlari”. (HR. Bukhori ; Muslim, Turmudzi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Baihaqi).

Allamah Al-Jazari dalam kitabnya Miftaahul Hishnil Hashin berkata : ‘Hadits diatas ini terdapat dalil tentang bolehnya berdzikir dengan jahar/agak keras’. Imam Suyuthi juga berkata: ; ‘Dzikir dihadapan orang orang tentulah dzikir dengan jahar, maka hadits itulah yang menjadi dalil atas bolehnya’

Hadits qudsi dari Mu’az bin Anas secara marfu’: Allah swt.berfirman:

قَالَ اللهُ تَعَالَى: لاَ يَذْكُرُنِي اَحَدٌ فِى نفْسِهِ اِلاَّ ذَكّرْتُهُ فِي مَلاٍ مِنْ مَلاَئِكَتِي وَلاَيَذْكُرُنِي فِي مَلاٍ اِلاَّ ذَكَرْتُهُ فِي المَلاِ الاَعْلَي.

“Tidaklah seseorang berdzikir pada-Ku dalam hatinya kecuali Akupun akan berdzikir untuknya dihadapan para malaikat-Ku. Dan tidak juga seseorang berdzikir pada-Ku dihadapan orang-orang kecuali Akupun akan berdzikir untuknya ditempat yang tertinggi’ “;(HR. Thabrani).

At-Targib wat-tarhib 3/202 dan Majma’uz Zawaid 10/78. Al Mundziri berkata : ‘Isnad hadits diatas ini baik (hasan). Sama seperti pengambilan dalil yang pertama bahwa berdzikir dihadapan orang-orang maksudnya adalah berdzikir secara jahar ’ !

Hadits dari Abu Hurairah sebagai berikut:

سَبَقَ المُفَرِّقُونَ, قاَلُوْا: وَمَا المُفَرِّدُونَ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ الذَّاكِرُونَ اللهَ كَثِيْرًاوَالذَّاكِرَاتِ (رواه المسلم)

“Telah majulah orang-orang istimewa! Tanya mereka ‘Siapakah orang-orang istimewa?’ Ujar Nabi saw. ‘Mereka ialah orang-orang yang berdzikir baik laki-laki maupun wanita’ ”. (HR. Muslim).

Hadits dari Abu Musa Al-Asy’ary ra sabda Rasul saw.:

‘Perumpamaan orang-orang yang dzikir pada Allah dengan yang tidak, adalah seperti orang yang hidup dengan yang mati!” (HR.Bukhori).
Dalam riwayat Muslim: “Perumpamaan perbedaan antara rumah yang dipergunakan dzikir kepada Allah didalamnya dengan rumah yang tidak ada dzikrullah didalamnya, bagaikan perbedaan antara hidup dengan mati”.

Hadits dari Abu Sa’id Khudri dan Abu Hurairah ra. bahwa mereka mendengar sendiri dari Nabi saw. bersabda :

لاَ يَقْـعُدُ قَوْمٌ يَذْكُـرُنَ اللهَ تَعَالَى إلاَّ حَفَّتْـهُمُ المَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمةُ, وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمْ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ.

“Tidak satu kaumpun yang duduk dzikir kepada Allah Ta’ala, kecuali mereka akan dikelilingi Malaikat, akan diliputi oleh rahmat, akan beroleh ketenangan, dan akan disebut-sebut oleh Allah pada siapa-siapa yang berada disisi-Nya”. (HR.Muslim, Ahmad, Turmudzi, Ibnu Majah, Ibnu Abi Syaibah dan Baihaqi).

Hadits dari Mu’awiyah :

خَرَجَ رَسُولُ الله (صَ) عَلَى حَلَقَةِ مِنْ أصْحَابِهِ فَقَالَ: مَا اَجْلََسَكُم ؟ قَالُوْا جَلَسْنَا نَذْكُرُ اللهَ تَعَالَى وَنَحْمَدُهُ عَلَى مَا هَدَانَا لِلإسْلاَمِِ وَمَنَّ بِهِ عَلَيْنَا قَالَ: اللهُ مَا أجْلَسـَكُمْ إلاَّ ذَالِك ؟ قَالُوْا وَاللهُ مَا اَجْلَسَنَا اِلاَّ ذَاكَ. قَالَ : اَمَا إنِّي لَمْ أسْتَخْلِفكُم تُهْمَةُ لـَكُمْ, وَلَكِنَّهُ أتَانِي جِبْرِيْلُ فَأخْـبَرَنِي أنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُبـَاهِي بِكُمُ المَلآئِكَةَ.
“Nabi saw. pergi mendapatkan satu lingkaran dari sahabat-sahabatnya, tanyanya ‘Mengapa kamu duduk disini?’ Ujar mereka : ‘Maksud kami duduk disini adalah untuk dzikir pada Allah Ta’ala dan memuji-Nya atas petunjuk dan kurnia yang telah diberikan-Nya pada kami dengan menganut agama Islam’. Sabda Nabi saw. ‘Demi Allah tak salah sekali ! ;Kalian duduk hanyalah karena itu. Mereka berkata : Demi Allah kami duduk karena itu. Dan saya, saya tidaklah minta kalian bersumpah karena menaruh curiga pada kalian, tetapi sebetulnya Jibril telah datang dan menyampaikan bahwa Allah swt. telah membanggakan kalian terhadap Malaikat’ “. ;(HR.Muslim)

Diterima dari Ibnu Umar bahwa Nabi saw. bersabda :

إذَا مَرَرْتُم بِرِيَاضِ الجَنَّة فَارْتَعُوْا, قَالُوا: وَمَا رِيَاضُ الجَنَّة يَا رَسُولُ الله ؟ قَالَ: حِلَقُ الذِّكْرِ فَإنَّ لِلَّهِ تَعَالَى سَيَّرَاتٍ مِنَ المَلآئِكَةَ يَطْلُبُونَ حِلَـقَ الذِّكْرِ فَإذَا أتَوْا عَلَيْهِمْ حَفُّوبِهِمْ.

“Jika kamu lewat di taman-taman surga, hendaklah kamu ikut bercengkerama! Tanya mereka : Apakah itu taman-taman surga ya Rasulallah? Ujar Nabi saw. : Ialah lingkaran-lingkaran dzikir karena Allah swt. mempunyai rombongan pengelana dari Malaikat yang mencari-cari lingkaran dzikir. Maka jika ketemu dengannya mereka akan duduk mengelilinginya”.

Hadits riwayat Bukhori dan Muslim dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulallah saw.bersabda

عَنْ أبِيْ هُرَيْرَة(ر) قَالَ: رَسُولُ الل.صَ. : إنَّ اللهَ مَلآئِكَةً يَطًوفُونَ فِي الطُُّرُقِ يَلتَمِسُونَ أهْلِ الذّكْرِ, فَإذَا وَجَدُوا قـَوْمًا يَذْكُرُونَ اللهَ تَناَدَوْا : هَلُمُّـوْا إلَى حَاجَتِكُمْ, فَيَحُفّـُونَهُمْ بِأجْنِحَتِهِمْ إلَى السَّمَاءِ, فَإذَا تَفَرَّقُوْا عَرَجُوْا وَصَعِدُوْا اِلَى السَّمَاءِ فَيَسْألُهُمْ رَبُّـهُم ( وَهُوَ أعْلَمُ بِهِمْ ) مِنْ اَيْنَ جِئْتُمْ ؟ فَيَقُوْلُوْنَ : جِئْنَا مِنْ عِنْدِ عَبَيْدٍ فِي الاَرْضِ يُسَبِّحُوْنَكَ وَيُكَبِّرُوْنَكَ وَيُهَلِّلُوْنَكَ. فَيَقُوْلُ : هَلْ رَأوْنِي؟ فَيَقُولُوْنَ : لاَ, فَيَقُوْلُ : لَوْ رَأوْنِي؟ فَيَقوُلُوْنَ : لَوْ رَأوْكَ كَانُوْا اَشَدَّ لَكَ عِبَادَةً, وَ اَشَدَّ لَكَ تَمْجِيْدًا وَاَكْثَرَ لَكَ تَسْبِيْحًا, فَيَقُوْلُ : فَمَا يَسْألُنِى ؟ فَيَقوُلُوْنَ : يَسْألُوْنَكَ الجَنَّةَ, فَيَقُوْلُ : وَهَلْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُولُوْنَ : لاَ, فَيَقُوْلُ : كَيْفَ لَوْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُولُوْنَ : لَوْ اَنَّهُمْ رَأوْهَا كَانُوْا اَشَدَّ عَلَيْهَا حِرْصًا وَ اَشَدَّ لَهَا طَلَبًا وَاَعْظَمَ فِيهَا رَغْبَةً. فَيَقُوْلُ : فَمِمَّا يَتَعَوَّذُوْنَ ؟ فَيَقولُوْنَ : مِنَ النَّارِ, فَيَقُوْلُ : وَهَلْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُولُوْنَ : لاَ, فَيَقُوْلُ : كَيْفَ لَوْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُلُوْنَ : لَوْ رَأوْهَا كاَنُوْا اَشَدَّ مِنْهَا فِرَارًا, فَيَقُوْلُ : اُشْهِدُكُمْ اَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ, فَيَقُوْلُ مَلَكٌ مِنَ المَلاَئِكَةِ : فُلاَنٌ فَلَيْسَ مِنهُمْ, اِنَّمَا جَائَهُمْ لِحَاجَةٍ فَيَقُوْلُ : هًمْ قَوْمٌ لاَ يَشْقَى جَلِيْسُهُمْ.

“Sesungguhnya Allah memilik sekelompok Malaikat yang berkeling dijalan-jalan sambil mencari orang-orang yang berdzikir. Apabila mereka menemu- kan sekolompok orang yang berdzikir kepada Allah, maka mereka saling menyeru :'Kemarilah kepada apa yang kamu semua hajatkan'. Lalu mereka mengelilingi orang-orang yang berdzikir itu dengan sayap-sayap mereka hingga kelangit. Apabila orang-orang itu telah berpisah (bubar dari majlis dzikir) maka para malaikat tersebut berpaling dan naik kelangit. Maka bertanyalah Allah swt. kepada mereka (padahal Dialah yan lebih mengetahui perihal mereka). Allah berfirman : Darimana kalian semua ? Malaikat berkata : Kami datang dari sekelompok hambaMu dibumi. Mereka bertasbih, bertakbir dan bertahlil kepadaMu. Allah berfirman : Apakah mereka pernah melihatKu ? Malaikat berkata: Tidak pernah ! Allah berfirman : Seandainya mereka pernah melihatKu ? Malaikat berkata: Andai mereka pernah melihatMu niscaya mereka akan lebih meningkatkan ibadahnya kepadaMu, lebih bersemangat memujiMu dan lebih banyak bertasbih padaMu. Allah berfirman: Lalu apa yang mereka pinta padaKu ? Malaikat berkata: Mereka minta sorga kepadaMu. Allah berfirman : Apa mereka pernah melihat sorga ? Malaikat berkata : Tidak pernah! Allah berfirman: Bagaimana kalau mereka pernah melihatnya? Malikat berkata: Andai mereka pernah melihanya niscaya mereka akan bertambah semangat terhadapnya, lebih bergairah memintanya dan semakin besar keinginan untuk memasukinya. Allah berfirman: Dari hal apa mereka minta perlindungan ? Malaikat berkata: Dari api neraka. Allah berfirman : Apa mereka pernah melihat neraka ? Malaikat berkata: Tidak pernah! Allah berfirman: Bagaimana kalau mereka pernah melihat neraka ? Malaikat berkata: Kalau mereka pernah melihatnya niscaya mereka akan sekuat tenaga menghindarkan diri darinya. Allah berfirman: Aku persaksikan kepadamu bahwasanya Aku telah mengampuni mereka. Salah satu dari malaikat berkata : Disitu ada ;seseorang yang tidak termasuk dalam kelompok mereka. Dia datang semata-mata karena ada satu keperluan (apakah mereka akan diampuni juga ?). Allah berfirman : Mereka (termasuk seseorang ini) adalah satu kelompok dimana orang yang duduk bersama mereka tidak akan kecewa".
Dalam riwayat Muslim ada tambahan pada kalimat terakhir : 'Aku ampunkan segala dosa mereka, dan Aku beri permintaan mereka'.

Empat hadits terakhir ini jelas menunjukkan keutamaan kumpulan majlis dzikir, Allah swt.akan melimpahkan rahmat, ketenangan dan ridho-Nya pada para hadirin termasuk disini orang yang tidak niat untuk berdzikir serta majlis seperti itulah yang sering dicari dan dihadiri oleh para malaikat. Alangkah bahagianya bila kita selalu kumpul bersama majlis-majlis dzikir yang dihadiri oleh malaikat tersebut sehingga do’a yang dibaca ditempat majlis dzikir tersebut lebih besar harapan untuk diterima oleh Allah swt. Juga hadits-hadits tersebut menunjukkan mereka berkumpul berdzikir secara jahar, karena berdzikir secara sirran/pelahan sudah biasa dilakukan oleh perorangan !

Al-Baihaqiy meriwayatkan hadis dari Anas bin Malik ra bahwa Rasul- Allah saw. bersabd:
لاَنْ اَقْعُدَنَّ مَعَ قَوْمٍ يَذْكُرُوْنَ اللهَ تَعَالَى مِنْ بَعْدِ صَلاَةِ الْفَجْرِ ِالَى طُلُوْعِ الشَّمْسِ اَحَبُّاِلَيَّ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا (رواه البيهاقي)
“Sungguhlah aku berdzikir menyebut (mengingat) Allah swt. bersama jamaah usai sholat Shubuh hingga matahari terbit, itu lebih kusukai daripada dunia seisinya.”

Juga dari Anas bin Malik ra riwayat Abu Daud dan Al-Baihaqiy bahwa Nabi saw. bersabda: ‘Sungguhlah aku duduk bersama jamaah berdzikir menyebut Allah swt. dari salat ‘ashar hingga matahari terbenam, itu lebih kusukai daripada memerdekakan empat orang budak.’

Riwayat Al Baihaqy dari Abu Sa’id Al Khudrij ra, Rasul saw bersabda

يَقُوْلُ الرَّبُّ جَلَّ وَعَلاَ يَوْمَ القِيَامَةِ سَيَعْلَمُ هَؤُلاَءِ الْجَمْعَ الْيَوْمَ مَنْ اَهْلُ الْكَرَمِ؟ فَقِيْلَ مَنْ اَهْلُ الْكَرَمِ؟ قَالَ : اَهْلُ مَجَالِسِ الذِّكْرِ فِي الْمَسَاجِدِ (رواه البيهاقي)
“Allah jalla wa ‘Ala pada hari kiamat kelak akan bersabda: ’Pada hari ini ahlul jam’i akan mengetahui siapa orang ahlul karam (orang yang mulia). Ada yg bertanya: Siapakah orang-orang yg mulia itu? Allah menjawab, Mereka adalah orang-orang peserta majlis-majlis dzikir di masjid-masjid ”.


Ancaman bagi orang yang menghadiri kumpulan tanpa disebut nama Allah
dan Shalawat atas Nabi saw.

Hadits riwayat Turmudzi (yang menyatakan Hasan) dari Abu Hurairah, sabda Nabi saw

مَا قَعَدَ قَوْمُ مَقْعَدًا لَمْ يَذْكُرُونَ اللهَ فِيهِ وَلَمْ يُصَلُّوْا عَلَى النَّبِيِّ اِلاَّ كَانَ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ (رواه الترمذي وقال حسن)


“Tiada suatu golonganpun yang duduk menghadiri suatu majlis tapi mereka disana tidak dzikir pada Allah swt. dan tak mengucapkan shalawat atas Nabi saw., kecuali mereka akan mendapat kekecewaan di hari kiamat”.

Juga diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal dengan kata-katanya yang berbunyi sebagai berikut :

وَرَوَاهُ اَحْمَدُ بِلَفْظٍ مَا جَلَسَ قَوْمُ مَجْلِسًا لَمْ يَذْكُرُوْا اللهَ فِيهِ اِلاَّ كَانَ عَلَيْهِمْ تَرَةً

‘Tiada ampunan yang menghadiri suatu majlis tanpa adanya dzikir kepada Allah Ta’ala, kecuali mereka akan mendapat tiratun artinya kesulitan... “.

Dalam buku Fathul ‘Alam tertera : Hadits tersebut diatas menjadi alasan atas wajibnya (pentingnya) berdzikir dan membaca shalawat atas Nabi saw. pada setiap majlis.

Hadits dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw. bersabda:

.صَ. مَا مِنْ قَوْمٍ يَقُوْمُوْنَ مِنْ مَجْلِسٍ قَالَ رَسُوْلَ اللهِ لاَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ تَعَالىَ فِيْهِ اِلاَّ قَامُوْا عَنْ مِثْلِ جِيْفَةِ حِمَارٍ وَكَانَ لَهُمْ حَسْرَةً(رواه ابو داود

“Tiada suatu kaum yang bangun (bubaran) dari suatu majlis dimana mereka tidak berdzikir kepada Allah dalam majlis itu, melainkan mereka bangun dari sesuatu yang serupa dengan bangkai himar/keledai, dan akan menjadi penyesalan mereka kelak dihari kiamat ”. (HR.Abu Daud)

Hadits-hadits diatas mengenai kumpulan atau lingkaran majlis dzikir itu sudah jelas menunjukkan adanya pembacaan dzikir bersama-sama dengan secara jahar, karena berdzikir sendiri-sendiri itu akan dilakukan secara lirih (pelan). Lebih jelasnya mari kita rujuk lagi hadits shohih yang membolehkan dzikir secara jahar.

Hadits dari Abi Sa’id Al-Khudri ra. dia berkata :

اَكْثِرُوْا ذِكْرَاللهَ حَتَّى يَقُولُ اِنَّهُ مَجْنُوْنٌ.

“Sabda Rasulallah saw. ‘Perbanyaklah dzikir kepada Allah sehingga mereka (yang melihat dan mendengar) akan berkata : Sesungguhnya dia orang gila’ " (HR..Hakim, Baihaqi dalam Syu’abul Iman , Ibnu Hibban, Ahmad, Abu Ya’la dan Ibnus Sunni)

Hadits dari Ibnu Abbas ra. dia berkata : Rasulallah saw. bersabda : اَكْثِرُوْاذِكْرَاللهَ حَتَّى يَقُولَ المُنَافِقُوْنَ اِنَّكُم تُرَاؤُوْنَ\
“Banyak banyaklah kalian berdzikir kepada Allah sehingga orang-orang munafik akan berkata : ’Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang riya’ (HR. Thabrani)

Imam Suyuthi dalam kitabnya Natiijatul Fikri fil jahri biz dzikri berkata : “Bentuk istidlal dengan dua hadits terakhir diatas ini adalah bahwasanya ucapan dengan ‘Dia itu gila’ dan ‘Kamu itu riya’ hanyalah dikatakan terhadap orang-orang yang berdzikir dengan jahar, bukan dengan lirih (sir).”

Hadits dari Zaid bin Aslam dari sebagian sahabat, dia berkata :

ِ اِنْطَلَقْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ(صَ) لَيْلَةً, فَمَرَّ بِرَجُلٍ فِي المَسْجِدِ يِرْفَعُ صَوْتَهُ فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ عَسَى اَنْ يَكُوْنَ هَذَا مُرَائِيًا فَقَالَ: لاَ وَلاَكِنَّهُ اَوَّاهُ. (رواه البيهاقي)

‘Aku pernah berjalan dengan Rasulallah saw. disuatu malam. Lalu beliau melewati seorang lelaki yang sedang meninggikan suaranya disebuah masjid. Akupun berkata : Wahai Rasuallah, jangan-jangan orang ini sedang riya’. Beliau berkata : “Tidak ! Akan tetapi dia itu seorang awwah (yang banyak mengadu kepada Allah)”. (HR.Baihaqi)
Lihat hadits ini Rasul saw. tidak melarang orang yang dimasjid yang sedang berdzikir secara jahar (agak keras). Malah beliau saw. mengatakan dia adalah seorang yang banyak mengadu pada Allah (beriba hati dan menyesali dosanya pada Allah swt.) Sifat menyesali kesalahan pada Allah swt itu adalah sifat yang paling baik !

Hadits dari Uqbah bahwasanya Rasulallah saw. pernah berkata kepada seorang lelaki yang biasa dipanggil Zul Bijaadain ‘Sesungguhnya dia orang yang banyak mengadu kepada Allah. Yang demikian itu karena dia sering berdzikir kepada Allah’. (HR.Baihaqi). (Julukan seperti ini jelas menunjukkan bahwa Zul- Bijaadain sering berdzikir secara jahar).

Hadits dari Amar bin Dinar, dia berkata : Aku dikabarkan oleh Abu Ma’bad bekas budak Ibnu Abbas yang paling jujur dari tuannya yakni Ibnu Abbas dimana beliau berkata :
اَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِيْنَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ المَكْتُوْبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ

‘Sesungguhnya berdzikir dengan mengeraskan suara ketika orang selesai melakukan shalat fardhu pernah terjadi dimasa Rasulallah saw.’.(HR.Bukhori dan Muslim)

Dalam riwayat yang lain diterangkan bahwa Ibnu Abbas berkata : ‘Aku mengetahui selesainya shalat Rasulallah saw. dengan adanya ucapan takbir beliau (yakni ketika berdzikir)’ (HR.Bukhori Muslim)

Ibnu Hajr dalam kitabnya Khatimatul Fatawa mengatakan: “Wirid-wirid, bacaan-bacaan secara jahar, yang dibaca oleh kaum Sufi (para penghayat ilmu tasawwuf) setelah sholat menurut kebiasaan dan suluh (amalan-amalan khusus yang ditempuh kaum Sufi) sungguh mempunyai akar/dalil yang sangat kuat”.
Sedangkan hadits-hadits Rasul saw. yang diriwayatkan oleh Muslim mengenai berdzikir secara jahar selesai sholat sebagai berikut :

Hadits nr. 357: Dari Ibnu Abbas, katanya: "Dahulu kami mengetahui selesainya sembahyang Rasulullah saw. dengan ucapan beliau "takbir".

Hadits nr. 358 : Dari Ibnu Abbas, katanya "Bahwa dzikr dengan suara lantang/agak keras setelah selesai sembahyang adalah kebiasaaan dizaman Nabi saw. Kata Ibnu Abbas. Jika telah kudengar suara berdzikir, tahulah saya bahwa orang telah bubar sembahyang".

Hadits nr. 366: Dari Abu Zubair katanya: "Adalah Abdullah bin Zubair mengucapkan pada tiap-tiap selesai sembahyang sesudah memberi salam:...." Kata Abdullah bin Zubair" Adalah Rasulullah saw. Mengucapkannya dengan suara yang lantang tiap-tiap selesai sembahyang"

Ketiga hadits terakhir ini dikutip dari kitab "Terjemahan hadits Shahih Muslim" jilid I, II dan III terbitan Pustaka Al Husna, I/39 Kebon Sirih Barat, Jakarta, 1980.

Al-Imam al-Hafidz Al-Maqdisiy dalam kitabnya ‘Al-Umdah Fi Al-Ahkaam’ hal.25 berkata:

“Abdullah bin Abbas menyebutkan bahwa berdzikir dengan meng- angkat suara dikala para jemaah selesai dari sembahyang fardhu adalah diamalkan sentiasa dizaman Rasullullah saw.. Ibnu Abbas berkata "Saya memang mengetahui keadaan selesainya Nabi saw. dari sembahyangnya (ialah dengan sebab saya mendengar) suara takbir (yang disuarakan dengan nyaring)." (HR Imam Al-Bukhari, Muslim dan Ibnu Juraij).

Hadits yang sama dikemukakan juga oleh Imam Abd Wahab Asy-Sya'rani dalam kitabnya Kasyf al-Ghummah hal.110; demikian juga Imam Al-Kasymiriy dalam kitabnya Fathul Baari hal. 315 dan As-Sayyid Muhammad Siddiq Hasan Khan dalam kitabnya Nuzul Al-Abrar hal.97; Imam Al-Baghawiy dalam kitabnya Mashaabiih as-Sunnah 1/48 dan Imam as-Syaukani dalam Nail al-Autar.

Dalam shohih Bukhori dari Ibnu Abbas ra beliau berkata : ‘Kami tidak mengetahui selesainya shalat orang-orang di masa Rasulallah saw. kecuali dengan berdzikir secara jahar’.

Dan masih banyak lagi dalil mengenai keutamaan kumpulan berdzikir yang belum saya cantumkan disini tapi insya Allah dengan adanya semua hadits diatas cukup jelas bagi kita dan bisa ambil kesimpulan bahwa (kumpulan) berdzikir baik dengan lirih maupun jahar/agak keras itu tidaklah dimakruhkan atau dilarang bahkan didalamnya justru terdapat dalil yang menunjukkan ‘kebolehannya’, atau ‘kesunnahannya’.

Demikian juga dzikir dengan jahar itu dapat menggugah semangat dan melembutkan hati, menghilangkan ngantuk, sesuatu yang tidak akan didapatkan pada dzikir secara lirih (sir). Dan diantara yang membolehkan lagi dzikir jahar ini adalah ulama mutaakhhirin terkemuka Al-‘Allaamah Khairuddin ar-Ramli dalam risalahnya yang berjudul Taushiilul murid ilal murood bibayaani ahkaamil ahzaab wal-aurood mengatakan sebagai berikut : “Jahar dengan dzikir dan tilawah, begitu juga berkumpul untuk berdzikir baik itu di majlis ataupun di masjid adalah sesuatu yang dibolehkan dan disyari’atkan ber- dasarkan hadits Nabi saw : ‘Barangsiapa berdzikir kepadaKu dihadapan orang orang, maka Akupun akan berdzikir untuknya dihadapan orang-orang yang lebih baik darinya’ dan firman Allah swt. ‘Seperti dzikirmu terhadap nenek-moyangmu atau dzikir yang lebih mantap lagi’ (Al-Baqoroh: 200) bisa juga dijadikan sebagai dalilnya. “

Agama hanya memakruhkan dzikir jahar yang keterlaluan begitu juga jahar yang tidak keterlaluan bila sampai mengganggu orang yang sedang tidur atau sedang shalat atau menyebabkan dirinya riya’ serta mensyariatkan/mewajibkan dzikir jahar ini. Berapa banyak perkara yang sebenarnya mubah tapi karena diwajibkan pelaksanaanya dengan cara-cara tertentu padahal agama tidak mengajarkan demikian, maka ia akan berubah menjadi makruh sebagaimana dijelaskan oleh Al-Qori’ dalam Syarhul Miskat, Al-Hashkafi dalam Ad- Durrul Mukhtar dan beberapa ulama lainnya.

Kalau kita baca ayat-ayat al-Quran dan hadits diatas mengenai kumpulan dzikir dan pendapat ulama yang membolehkan dzikir secara jahar dengan berdalil pada hadits-hadits tersebut, bagaimana saudara kita yang tidak senang menghadiri majlis dzikir berani mencela dan mensesatkan majlis pembacaan tahlil/yasinan dan sebagainya yang mana disitu selalu dibacakan firman-firman Ilahi diantaranya; surat Yaasin, surat Al-Fatihah, sholawat pada Nabi saw. juga pembacaan Tasbih, Takbir dan lain sebagainya serta mendo’akan saudara muslimin baik yang masih hidup atau yang sudah wafat. Bacaan yang dibaca ini semuanya ini berdasarkan hadits Nabi saw. dan mendapat pahala bagi si pembaca dan pendengar serta tidak ada dalil yang melarang/ mengharamkannya ?

Memang ada hadits riwayat Baihaqi, Ibnu Majah dan Ahmad. : “Sebaik-baik dzikir adalah secara lirih (sir) dan sebaik-baik rizki adalah yang mencukupi ”. Menurut ulama’ diantaranya Imam as-Suyuthi, kata-kata Sebaik-baik dalam suatu hadits berarti Keutamaan bukan Yang lebih utama. Jadi hadits terakhir diatas ini bukan menunjukkan kepada jeleknya atau dilarangnya dzikir secara jahar, karena banyak riwayat hadits shohih yang mengarah pada bolehnya dzikir secara jahar.

Mari kita baca lagi perincian berdzikir dengan jahar yang lebih jelas menurut pendapat Imam Suyuthi dan lainnya.

Imam As Suyuthi didalam Natijatul /fikri Jahri Bidz Dzikri, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan padanya mengenai tokoh Sufi yang membentuk kelompok-kelompok dzikir dengan suara agak keras, apakah itu merupakan perbuatan makruh atau tidak ? Jawab beliau: Itu tidak ada buruknya (tidak makruh)! Ada hadits yang menganjurkan dzikir dengan suara agak keras (jahran) dan ada pula menganjurkan dengan suara pelan (sirran). Penyatuan dua macam hadits ini yang tampaknya berlawanan, semua tidak lain tergantung pada keada- an tempat dan pribadi orang yang akan melakukan itu sendiri.

Dengan merinci manfaat membaca Al-Qur’an dan berdzikir secara jahran dan sirran itu Imam Suyuthi berhasil menyerasikan dua hal ini kedalam suatu pengertian yang benar mengenai hadits-hadits terkait. Jika anda berkata bahwa Allah swt. telah berfirman:
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيْفَةً وَدُوْنَ الجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُضُوِّ وَالآصَالِ وَلاَ تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِيْنَ.

‘Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hati dengan merendahkan diri disertai perasaan dan tanpa mengeraskan suara’. (Al A’raf:205). Itu dapat saya (Imam Suyuthi) jawab dari tiga sisi:
1. Ayat diatas ini adalah ayat Makkiyah ( turun di Mekkah sebelum hijrah). Masa turun ayat (Al A’raf 205) ini berdekatan dengan masa turunnya ayat berikut ini :
;وَلاَ تَجْهَرْ بصَلاَتِكَ وَلاَ تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِبَيْنَ ذَالِكَ سَبِيْلاً

‘Dan janganlah engkau (hai Nabi) mengeraskan suaramu diwaktu sholat, dan jangan pula engkau melirihkannya……..’ (Al Isra’:110).

Ayat itu (Al A’raf :205) turun pada saat Nabi saw. sholat dengan suara agak keras (jahran), kemudian didengar oleh kaum musyrikin Quraisy, lalu mereka memaki Al Qur’an dan yang menurunkannya (Allah swt). Karena itulah beliau saw. diperintah meninggalkan cara jahar guna mencegah terjadinya kemungkinan yang buruk (saddudz-dzari’ah). Makna ini hilang setelah Nabi saw. hijrah ke Madinah dan kaum Muslimin mempunyai kekuatan untuk mematahkan permusuhan kaum musyrikin. Demikian juga yang dikatakan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya.

2. Jama’ah ahli tafsir (Jama’atul Mufassirin), diantaranya Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dan Ibnu Jarir, menerapkan makna ayat diatas tentang dzikir pada masalah membaca Al-Quran. Nabi saw menerima perintah jahran membaca Al-Quran sebagai pemuliaan (ta’dziman) terhadap Kitabullah tersebut., khususnya diwaktu sholat tertentu. Hal itu diperkuat kaitannya dengan turunnya ayat: ‘Apabila Al-Qur’an sedang dibaca maka hendaklah kalian mendengarkan- nya...’ (Al A’raf:204). Dengan turunnya perintah ‘mendengarkan’ maka orang yang mendengar Al-Quran yang sedang dibaca, jika ia (orang yang beriman) tentu takut dalam perbuatan dosa. Selain itu ayat tersebut juga menganjurkan diam (tidak bicara) tetapi kesadaran berdzikir dihati tidak boleh berubah, dengan demikian orang tidak lengah meninggalkan dzikir (menyebut) nama Allah. Karena ayat tersebut diakhiri dengan: ‘Dan janganlah engkau termasuk orang-orang yang lalai’.

3. Orang-orang Sufi mengatakan berdzikir sirran (lirih) itu hanya khusus dapat dilakukan dengan sempurna oleh Rasulullah saw. karena manusia yang disempurnakan oleh Allah swt. Manusia-manusia selain beliau saw. sangat repot sekali melakukan dengan sempurna sering diikuti was-was, penuh ber- bagai angan-angan perasaan, karena itulah mereka disuruh berdzikir secara agak keras/jahran. Dzikir jahran semua was-was, angan-angan dan perasaan lebih mudah dihilangkan, serta akan mengusir setan-setan jahat.

Pendapat demikian ini diperkuat oleh sebuah hadits yang diketengah- kan oleh Al- Bazzar dari Mu’adz bin Jabal ra. bahwa Rasulallah saw. bersabda:
‘Barangsiapa diantara kamu sholat diwaktu malam hendaklah bacaannya diucapkan dengan jahran (agak keras). Sebab para malaikat turut sholat seperti sholat yang dilakukannya, dan mendengarkan bacaan-bacaan sholat- nya. Jin-jin beriman yang berada di antariksa dan tetangga yg serumah dengannya, merekapun sholat seperti yang dilakukannya dan mendengarkan bacaan-bacaannya. Sholat dengan bacaan keras akan mengusir Jin-jin durhaka dan setan-setan jahat’. Demikianlah pendapat Imam Suyuthi.

Pendapat Ibnu Taimiyyah yang dijuluki Syaikhul Islam oleh sebagian ulama mengenai majlis dzikir didalam kitab Majmu 'al fatawa edisi King Khalid ibn 'Abd al-Aziz. Ibnu Taimiyyah telah ditanya mengenai pendapat beliau mengenai perbuatan berkumpul beramai-ramai berdzikir, membaca al-Qur’an berdo’a sambil menanggalkan serban dan menangis sedangkan niat mereka bukanlah karena ria’ ataupun membanggakan diri tetapi hanyalah karena hendak mendekatkan diri kepada Allah s.w.t. Adakah perbuatan-perbuatan ini boleh diterima? Beliau menjawab: ‘Segala puji hanya bagi Allah, perbuatan-perbuatan itu semuanya adalah baik dan merupakan suruhan didalam Shari'a (mustahab) untuk berkumpul dan membaca al-Quran dan berdzikir serta berdo’a....’ "

Jawaban pertanyaan Ibnu Taimiyyah mengenai kelompok-kelompok dzikir dimasjid-masjid yang dilakukan kaum Sufi Syadziliyyah. Ibnu Hajr mengatakan bahwa pembentukan jamaah-jamaah seperti itu adalah sunnah, tidak ada alasan untuk menyalah-nyalahkannya. Sebab berkumpul untuk berdzikir telah diungkapkan pada hadits Qudsi Shohih: ‘Tiap hambaKu yang menyebutKu di tengah sejumlah orang, ia pasti Kusebut (amal kebaikannya) di tengah jamaah yang lebih baik’.

Dengan kumpulnya orang bersama untuk berdzikir ini sudah tentu menunjukkan dzikir tersebut dengan suara yang bisa didengar sesamanya (agak keras). Bila tidak demikian, apa keistimewaan hadits tentang kumpulan (halaqat) dzikir yang dibanggakan oleh Malaikat dan Rasul saw ?, karena berdzikir secara sirran/pelahan sudah biasa dilakukan oleh perorangan !

Imam An-Nawawi menyatukan dua hadits (jahar dan lirih) itu sebagaimana katanya: Membaca Al-Quran maupun berdzikir lebih afdhol/utama secara sirran/lirih bila orang yang membaca khawatir untuk riya’, atau mengganggu orang yang sedang sholat ditempat itu, atau orang yang sedang tidur. Diluar situasi seperti ini maka dzikir secara jahran/agak keras adalah lebih afdhol/baik. Karena dalam hal itu kadar amalannya lebih banyak daripada membaca Al-Qur’an atau dzikir secara lirih/sirran.

Selain itu juga membaca Qur’an dan dzikir secara jahran/keras ini manfaatnya berdampak pada orang-orang yang mendengar, lebih konsentrasi atau memusatkan pendengarannya sendiri, membangkitkan hati pembaca sendiri, hasrat berdzikir lebih besar, menghilangkan rasa ngantuk dan lain lain. Menurut sebagian ulama bahwa beberapa bagian Al Quran lebih baik dibaca secara jahran, sedangkan bagian lainnya dibaca secara sirran. Bila membaca secara sirran akan menjenuhkan bacalah secara jahran dan bila secara jahar melelahkan maka bacalah secara lirih.

Imam Syafi’i dalam kitabnya Al-Umm berkata sebagai berikut :

“Aku memilih untuk imam dan makmum agar keduanya berdzikir pada Allah sesudah salam dari shalat dari keduanya melakukan dzikir secara lirih kecuali imam yang menginginkan para makmum mengetahui kalimat-kalimat dzikirnya, maka dia boleh melakukan jahar sampai dia yakin bahwa para makmum itu sudah mengetahuinya kemudian diapun berdzikir secara sir lagi”.

Dengan demikian tidak diketemukan dikalangan ulama Syafi’iyah pernyataan-pernyataan yang melarang atau mengharamkan dzikir secara jahar apalagi sampai memutuskannya dengan bid’ah !

Mari kita rujuk riwayat hadits bahwa setan akan lari bila mendengar suara adzan atau iqamah, karena yang dibaca dalam adzan/iqamah kalimat dzikir dan sekaligus mencakup kalimat-kalimat tauhid juga, sebagaimana yang dibaca dalam kumpulan majlis-majlis dzikir (tasbih, tahmid, tahlil, takbir dan sebagai- nya).

Hadits nomer 581 riwayat Muslim sabda Rasul saw.: “Sesungguhnya apabila setan mendengar adzan untuk sholat ia pergi menjauh sampai ke Rauha’, berkata Sulaiman; ‘Saya bertanya tentang Rauha’ itu, jawab Nabi saw. jaraknya dari Madinah 36 mil’ “.

Hadits nomer 582 riwayat Muslim dari Abu Hurairah : “Sesungguhnya apabila setan mendengar adzan sholat ia bersembunyi mencari perlindungan sehingga suara adzan itu tidak terdengarnya lagi. Tapi apabila setan itu mendengar iqamah, ia menjauh (lagi) sehingga suara iqamah tidak terdengar lagi. Namun apabila iqamah berakhir, setan kembail (lagi) melakukan waswasah, yaitu membisikkan bisikan jahat “.

Lihat hadits dari Mu’adz bin Jabal dan dua hadits diatas bahwa dengan baca Al-Qur’an waktu sholat malam secara jahar akan didengar oleh malaikat, jin-jin beriman dan lainnya, serta bisa mengusir setan-setan yang jahat dan durhaka. Walaupun hadits ini berkaitan dengan bacaan Al-Quran pada waktu sholat malam hari serta bacaan adzan dan iqomah, tapi inti/pokok bacaannya ialah sama yaitu pembacaan ayat Al-Quran dan bacaan kalimat-kalimat tauhid secara jahar.

Perbedaannya adalah satu didalam keadaan sholat membacanya yang lain diluar waktu sholat, yang mana kedua-duanya bisa didengar oleh malaikat, jin dan mengusir setan. Juga berdasarkan hadits-hadits yang telah tercantum pada halaman sebelum ini, maka tidak ada saat bagi setan untuk memperdayai manusia selama manusia itu sering berdzikir karena dzikirnya itu bisa didengar oleh setan-setan tersebut. Maka dari itu Allah swt. sering memperingatkan dalam Al-Qur’an agar kita selalu berdzikir padaNya.

Orang dianjurkan berdzikir setiap waktu dan pada setiap tempat baik dalam keadaan junub atau haid (kecuali baca ayat Al-Qur’an), sedang sibuk atau lenggang waktu, sedang berbaring atau duduk dan lain-lain. Itulah yang dimaksud ayat Allah swt. (An-Nisa:103) karena dzikir semacam ini boleh dilaksanakan terus menerus..
Lain halnya dengan sholat ada syarat dan waktu-waktu tertentu yang tidak boleh melakukan sholat, umpama: orang yang sedang haid, nifas, junub ( harus mandi dulu), sholat sunnah yang tidak ada maksudnya setelah sholat ashar/shubuh dan sebagainya. Begitu juga ibadah puasa akan batal bagi orang yang sedang haid, nifas atau junub dan hal-hal lain yang bisa membatalkan puasa.

Masih banyak lagi hadits mengenai kumpulan majlis dzikir yang diamalkan kaum muslimin setelah usai sholat shubuh atau waktu-waktu lainnya. Amalan ini berasal dari sunnah yang benar ! Mereka berdzikir dengan suara yang jahar tapi bila ditempat mereka dzikir terdapat orang yang merasa terganggu umpama orang sedang sholat, atau ada orang tidur maka mereka akan melirihkan suaranya. Sebagian orang senang berdzikir secara agak keras untuk dapat memerangi bisikan busuk (was-was), godaan hawa nafsu, lebih konsentrasi tidak mudah lengah, dan langsung menyatukan ucapan lisan dengan hatinya, lebih khusyu’ apalagi dengan irama yang enak, menghilangkan ngantuk dan lain-lain. Masjid-masjid yang dijadikan tempat dzikir oleh kaum Sufi ini diantaranya masjid Ar Ribath .

Bagi juga bagi yang memilih dzikir secara sirran (lirih, pelan) untuk memudahkan perjuangan melawan hawa nafsu, melatih diri agar tidak berbau riya’ (mengharap pujian-pujian orang) dan menahan nafsu agar tidak menjadi orang yang terkenal. Terdapat riwayat Umar bin Khattab ra. berdzikir secara jahar/agak keras sedangkan sahabat Abubakar ra dengan suara lirih (sirran). Waktu mereka berdua ditanya oleh Rasul saw. mereka menjawab dengan penjelasan seperti diatas ini. Ternyata Rasul saw membenarkan mereka berdua ini !

Dengan adanya keterangan-keterangan diatas ini kita bisa menarik kesimpulan ada ulama yang senang berdzikir secara lirih dan ada yang lebih senang secara jahar, tergantung situasi sekitarnya dan pribadi masing-masing, bila situasi mengizinkan maka secara jahar itu lebih baik/afdhol.

Aturan (paling baik/tidak wajib) dalam dzikir menurut Syaikh ‘Ali Al-Marshafy rh dalam kitabnya Manhajus Shalih mengatakan diantaranya sebagai berikut :

A. Kita selalu dalam keadaan bersih yakni mandi dan berwudu’, menghadap kiblat (kalau bisa), duduk ditempat yang suci (bukan najis).

B. Orang agar sepenuhnya konsentrasi (penuh perhatian) dengan hatinya mengenai dzikir yang dibaca itu.

C.Tempat dzikir tersebut ditaburi dengan minyak wangi.

D.Berdzikir dengan ikhlas karena Allah

Dan masih banyak yang beliau anjurkan cara yang terbaik untuk berdzikir tapi empat diatas itu cukup buat kita agar tercapainya dzikir itu, sehingga kita bisa menikmatinya dan menenangkan jiwa. Yang dimaksud Syaikh ‘Ali Al Marshafy ditaburi minyak wangi pada tempat dzikir ialah agar tempat dzikir tersebut semerbak wangi baunya. Dalam hal ini dibolehkan semua jenis bahan yang bisa menimbulkan bau harum umpama minyak wangi, sebangsa kayu-kayuan (gahru dan sebagainya) atau menyan Arab yang kalau dibakar asapnya berbau wangi, karena disamping bau-bauan ini lebih mengkhusyukkan/ mengkonsentrasikan, menyegarkan pribadi orang itu atau para hadirin, juga menyenangkan malaikat-malaikat dan jin-jin yang beriman yang hadir di majlis dzikir ini. Bau harum ini malah lebih diperlukan bila berada diruangan yang banyak dihadiri oleh manusia agar berbau semerbak ruangan tersebut. Gahru, uluwwah atau menyan ini banyak dijual baik di Indonesia, Mekkah, Medinah maupun dinegara lainnya. Yang paling mahal harganya adalah Gahru kwaliteit istemewa.

Mari kita baca hadits Nabi saw mengenai wangi- wangian diantaranya:

Hadits dari Abu Hurairah ra, Rasul saw bersabda: ‘Siapa yang diberi wangi-wangian janganlah ditolak, karena ia mudah dibawa dan semerbak harumnya” (HR.Muslim, Nasa’I dan Abu Dawud)

Ada hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dan Nasa’i: “Adakalanya Ibnu Umar ra.membakar uluwwah tanpa campuran, dan adakalanya kapur barus yang dicampur dengan uluwwah seraya berkata: ‘Beginilah Rasulullah saw. mengasapi dirinya’.”

Begitu juga zaman sekarang di masjid Madinah setiap usai sholat Isya’ terutama pada bulan suci Ramadhan di tempat Raudhah (antara Rumah dan Mimbar Rasul saw.) dan disekitar Mimbar Rasul saw. selalu diasapi kayu gahru. Bagi orang-orang yang pernah hadir di tempat ini pada waktu tertentu itu insya Allah bisa menyaksikan serta menikmati bau-bauan harum tersebut. Padahal kalau kita lihat negara Saudi Arabia banyak disana golongan wahabi/ salafi yang sering mengeritik dan membuat ceritera atau mengisukan yang tidak-tidak terhadap golongan muslimin yang membakar dupa/gahru waktu mengadakan majlis dzikir. Diantara golongan wahabi dan pengikutnya ini ada yang mengatakan pembakaran dupa/gahru dan sebagainya waktu sedang berkumpul berdzikir maupun sendirian untuk mendatangkan setan-setan dan lain-lain !

Tetapi kalau kita baca hadits Nabi saw. setan malah lari mendengar bacaan dzikir itu, dan senang bersemayam dirumah dan diri orang yang tidak mengadakan majlis dzikir. Lihatlah, karena kedengkian golongan tertentu pada majlis dzikir ini , mereka membuat fitnah dan mengadakan khurafat-khurafat (tahayul) yang dikarang-karang sendiri, agar manusia mengikuti faham mereka dan tidak menghadiri majlis dzikir tersebut. Mengapa mereka tidak berkata pada sipenjual Gahru, menyan arab di Mekkah dan Medinah bahwa itu haram, khurafat karena bisa mendatangkan setan-setan?


Dalil mereka yang melarang dzikir secara jahar

Buat golongan majlis dzikir sudah cukup hadits-hadits dan wejangan ulama-ulama pakar mengenai dibolehkannya dzikir secara jahar seperti yang penulis kutip dibuku ini tetapi bagi golongan pengingkar majlis (kumpulan) dzikir secara jahar selalu mengajukan dalil-dalil yang menurut mereka dalil tersebut sebagai larangan/haramnya orang berkumpul berdzikir secara jahar. Mari kita baca dalil mereka untuk masalah ini :

Firman Allah swt (Al ‘Araf : 204) : ‘Dan apabila dibacakan (kepadamu) ayat-ayat suci Al-Qur’an, maka dengarkanlah dia dan perhatikan agar kamu diberikan rahmat’. Ayat ini dibuat dalil oleh mereka untuk melarang pembacaan Al-Qur’an secara bersama, yang di amalkan orang-orang pada majlis dzikir (Istighothah, tahlilan, yasinan dan lain lain).

Sudah tentu pemikiran seperti ini tidak bisa dipertanggung-jawabkan kebenarannya. Makna atau yang dimaksud firman Allah swt. itu ialah: Bila ada orang membaca Al-Qur’an sedangkan orang lainnya tidak ikut membaca bersama orang tersebut, maka yang tidak ikut membaca ini di anjurkan untuk mendengarkan serta memperhatikan bacaan Al Qur’an tersebut agar mereka juga mendapat pahala dan rahmat dari Allah swt. Jadi bukan berarti ayat ini melarang orang bersama-sama membaca Al-Quran dalam kumpulan majlis dzikir ! Karena cukup banyak hadits yang menjanjikan pahala bagi orang yang membaca Al-Quran baik membacanya secara berkelompok maupun perorangan, serta tidak ada nash baik dalam Al-Quran maupun Sunnah yang melarang membaca Al-Quran secara bersama-sama ! Malah justru mendapat pahala bagi yang membacanya !.

Mereka berdalil juga pada firman Allah Al-A’raf :205 yang berbunyi : ‘Dan ingatlah Tuhanmu didalam hatimu sambil merendahkan diri dan merasa takut serta tidak dengan suara keras (yang berlebihan) dipagi maupun sore hari’.

Ayat diatas juga tidak bisa dibuat dalil untuk melarang semua bentuk dzikir secara jahar sebenarnya yang dimaksud ayat ini adalah untuk orang-orang yang sedang mendengarkan Al-Quran yang sedang dibaca oleh orang lain sebagaimana ditunjukkan oleh ayat sebelumnya yaitu surat Al-A’raaf : 204.
Dengan demikian, makna surat Al-A’raf : 205 adalah : ‘Berdzikirlah kepada Tuhanmu didalam hati (wahai orang yang memperhatikan dan mendengarkan bacaan Al-Qur’an) dengan merendahkan diri serta rasa takut’.

Seperti ini pula makna yang dikehendaki oleh ulama pakar diantaranya : Ibnu Jarir, Abu Syaikh dari Ibnu Zaed. Sedangkan Imam Suyuthi dalam kitabnya Natijatul Fikri berkata: Ketika Allah swt. memerintahkan untuk inshot (memperhatikan bacaan Al Qur’an) dikhawatirkan terjadinya kelalaian dari mengingat Allah swt. Maka dari itu disamping perintah inshot dzikir didalam hati tetap dibebankan agar tidak terjadi kelalaian mengingat Allah swt. Karenanya ayat tersebut diakhiri dengan ‘Dan janganlah kamu termasuk diantara orang-orang yang lalai’. (baca keterangan pada halaman sebelum ini)

Menurut Imam Ar-Rozi bahwa ayat Al A’raf : 205 justru menetapkan dzikir dengan jahar yang tidak berlebihan, bukan malah mencegahnya karena disitu disebut juga ‘...dan bukan dengan jahar yang berlebihan...’ Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tuntutan ayat itu adalah ’melakukan dzikir antara sir dan jahar yang berlebihan’ makna yang demikian sesuai dan dikuatkan oleh firman Allah swt dalam surat Al-Isro’: 110 yang berbunyi : ‘Janganlah kamu mengeraskan suara dalam berdo’a dan janganlah pula kamu melirihkannya melainkan carilah jalan tengah diantara yang demikian itu’.

Golongan pengingkar ini juga berdalil pada hadits Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah, Ahmad bin Hambal, Ibnu Marduwaih dan Al-Baihaqi dari Abu Musa Al-Asy’ari ra yang berkata :

“Kami pernah bersama Rasulallah saw. dalam sebuah peperangan, maka terjadilah satu keadaan dimana kami tidaklah menuruni lembah dan tidak pula mendaki bukit kecuali kami mengeras kan suara takbir kami. Maka mendekatlah Rasulallah saw. kepada kami dan bersabda: ‘Lemah lembutlah kalian dalam bersuara karena yang kalian seru bukanlah zat yang tuli atau tidak ada. Hanyalah yang kalian seru adalah zat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Sesungguhnya yang kalian seru itu lebih dekat kepadamu ketimbang leher-leher onta tungganganmu’“.
Hadits ini tercantum dalam kitab-kitab hadits yang enam. Imam Turmudzi dalam bab Fadhlut Tasbih menyebutkan juga hadits dari Abu Musa al-Asy’ari yang senada tapi sedikit berbeda dan ditambah dengan sabda Rasul saw. “Wahai Abdullah bin Qais, maukah kamu aku beritahukan sebagian dari perbendaharaan sorga...? Dialah : ‘Laa Haulaa Walaa Quwwata Illa Billah’ “. Turmudzi berkata : Ini adalah hadits yang shohih.

Golongan ini berkata: Mengapa kita harus mengeraskan suara dalam berdzikir ..?, padahal hadits diatas memerintahkan untuk merendahkan suara diketika berdzikir karena Zat yang didzikirkan yakni Allah swt. bukan Zat yang tuli, bukan Zat yang tidak ada bahkan ilmu dan kekuasanNya ada dihadapan kita ! Dia lebih dekat kepada kita dibanding leher-leher onta tunggang an kita !

Alasan inipun tidak tepat untuk dijadikan dalil melarang atau mengharamkan semua bentuk dzikir jahar, perintah irba’uu dihadits tersebut bukanlah hukum wajib sehingga berakibat haramnya berdzikir secara jahar. Hal ini karena perintah dengan menggunakan kata ar-rab’u adalah semata-mata untuk memberikan kemudahan kepada mereka. Berdasarkan inilah maka Syeikh Ad-Dahlawi dalam Al-Lama’aat Syarhul Misykat mengatakan bahwa irba’uu adalah satu isyarat dimana larangan jahar hanyalah untuk memudahkan, bukan karena jahar itu tidak disyariatkan !

Kalau sekiranya Rasul saw. tidak mencegah para sahabat berdzikir secara keras pada waktu peperangan menaiki dan menuruni bukit, maka mereka jelas akan menyangka bahwa mengeraskan suara dzikir yang berlebihan itu sewaktu dalam perjalanan adalah disunnatkan, karena perbuatan mereka itu didiamkan/diridhoi oleh Rasul saw.. Padahal kesunnatan yang seperti itu tidaklah dikehendaki oleh beliau saw. karena pada saat itu sedang dalam perjalanan perang menuju Khaibar dan mengeraskan dzikir seperti itu tidak ada mashlahatnya/ kebaikannya, bahkan bisa menimbulkan bencana kalau sampai didengar oleh musuh orang-orang kafir. Terlebih-lebih ada hadits mengatakan ‘Perang itu adalah satu tipu daya’.

Begitupun juga beliau saw. melarang mereka supaya nantinya tidak merasa lebih lelah dan kesulitan dalam menghadapi peperangan. Beginilah juga yang diterangkan oleh Al-Bazzaazi makna pelarangan pengerasan suara pada waktu itu. Pengarang kitab Fathul Wadud Syarah Sunan Abi Daud mengatakan bahwa kata-kata rofa’uu ashwaatahum menunjukkan bahwa mereka itu terlalu berlebihan dalam menjaharkan dzikir. Maka hadits itu tidaklah menuntut terlarangnya menjaharkan dzikir secara mutlak ! Jadi dzikir jahar yang dilakukan oleh para sahabat itu adalah jahar yang berlebihan sebagaimana ditunjukkan oleh kaitan larangan itu dalam beberapa riwayat.

Begitu juga bila hadits dari Abu Musa Al-Asy’ari diatas ini dipakai sebagai dalil untuk melarang semua bentuk dzikir secara jahar maka akan berlawanan dengan hadits-hadits yang berkaitan dengan dzikir secara jahar (silahkan baca keterangan sebelumnya).

Sebelum ini sudah saya kutip sebagian fatwa seorang ulama yang diandalkan oleh golongan ini yaitu Ibnu Taimiyah didalam kitabnya Majmu’at fatawa edisi Raja Saudi Arabi Malik Khalid bin ‘Abdul ‘Aziz sebagai berikut:

“Ibnu Taimiyyah telah ditanya mengenai pendapat beliau mengenai perbuatan berkumpul beramai-ramai berdzikir (secara jahar), membaca al-Quran berdo’a sambil menanggalkan serban dan menangis sedangkan niat mereka bukanlah karena ria’ ataupun menunjuk-nunjuk tetapi hanyalah karena hendak mendekat- kan diri kepada Allah swt. Adakah perbuatan-perbuatan ini boleh diterima? Beliau menjawab, ‘Segala puji hanya bagi Allah, perbuatan-perbuatan itu semua- nya adalah baik dan merupakan suruhan didalam Shari'a (agama) untuk berkumpul dan membaca al-Quran dan berdzikir serta berdo’a’."

Sebagian golongan ini juga melarang kumpulan majlis dzikir dengan berdalil suatu riwayat bahwa Umar bin Khattab ra. mencambuk suatu kaum yang berkumpul karena kaum ini berdo’a untuk kebaikan kaum muslimin dan para pemimpin ! Dengan demikian mereka melarang semua bentuk berdzikir secara jahar.

Umpama riwayat tersebut benar-benar ada dan shohih, kita harus meneliti dahulu apa sebab Umar bin Khattab ra melarang mereka berkumpul untuk berdo’a kebaikan tersebut, sehingga tidak langsung menghukum semua berkumpulnya manusia untuk do’a kebaikan itu dilarang. Dengan demikian nantinya riwayat ini berlawanan dengan firman Allah swt (hadits Qudsi) dan hadits-hadits Rasul saw mengenai keutamaan berdo’a dan halaqat (kumpulan dzikir) ! Dzikir dan do’a itu termasuk amalan ibadah yang sangat dianjurkan baik oleh Allah swt. maupun Rasul saw.. Tidak ada penentuan/ kewajiban dalam syariat tentang cara-cara berdzikir dan berdo’a boleh dilakukan secara berkumpul ataupun secara individu !

Penafsiran mereka seperti itu adalah sangat sembrono sekali, karena ini bisa mengakibatkan orang akan merendahkan sifat Umar bin Khattab, sehingga orang-orang non muslim maupun muslim akan mensadiskan beliau karena mencambuk (tanpa alasan yang tepat) orang yang berkumpul hanya karena berdo’a kebaikan untuk muslimin dan pemimpinnya. Hati-hatilah!

Juga golongan ini mengatakan ada riwayat dari Bukhori yang berkata ada suatu kaum/kelompok setelah melaksanakan sholat Magrib seorang dari mereka berkata: “Bertakbirlah kalian semua pada Allah seperti ini…. bertasbihlah seperti ini….dan bertahmidlah seperti ini…maka Ibnu Mas’ud ra mendatangi orang ini dan berkata:….sungguh kalian telah datang dengan perkataan bid’ah yang keji atau kalian telah menganggap lebih mengetahui dari sahabat Nabi.”

Riwayat diatas ini dibuat juga oleh golongan pengingkar sebagai dalil untuk melarang semua kumpulan majlis dzikir, alasan seperti ini juga tidak tepat sama sekali. Pertama kita harus mengetahui dahulu kalimat takbir, tasbih atau tahmid apa yang diperintahkan orang tersebut pada sekelompok muslimin itu. Kedua umpama bacaan takbir, tasbih, tahmid serta cara pemberitahuan sesuai yang dianjurkan oleh Nabi saw. maka tidak mungkin Ibnu Mas’ud ra akan melarangnya, karena Rasul saw. sendiri meridhoi dan menganjurkan dzikir berkelompok. Ketiga, kelompok tersebut belum melakukan dzikir yang diperintahkan oleh orang itu, oleh karenanya Ibnu Mas’ud bukan tidak menyenangi kumpulan dzikir dan bacaannya tapi beliau tidak menyenangi cara pemberitahuan orang tersebut kepada kelompok itu, yang seakan-akan mewajibkan kelompok tersebut untuk mengamalkan hal tersebut, karena dzikir adalah amalan-amalan sunnah/bukan wajib !!

Jadi janganlah kita main pukul rata mengharamkan semua jenis kelompok dzikir secara jahar karena larangan sebagian sahabat pada kelompok manusia tertentu, tapi kita harus meneliti motif atau sebab apa dzikir tersebut pada waktu itu dilarang oleh sahabat. Dengan demikian kita tidak akan kebingungan atau kesulitan untuk mengamalkan hadits Rasul saw. lainnya yang membolehkan untuk berdzikir secara jahar dan berkelompok, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh ulama-ulama pakar Imam Nawawi, Ibnu Hajr , Imam Suyuthi serta lain-lainnya dan hadits-hadits yang telah saya kutip dibuku ini.

Berdzikir baik secara jahar maupun lirih kedua-duanya mempunyai dalil dan semuanya mustahab/baik. Begitu juga bila ada sebagian ulama pakar tidak menyenangi berdzikir secara jahar atau secara lirih itu tidak berarti semua dzikir secara jahar atau lirih itu haram diamalkan ! Tidak lain hal tersebut tergantung pada pribadi ulama itu masing-masing atau tergantung pada situasi lokasi dan tempat untuk berdzikir tersebut.

Saya tambahkan lagi hadits yang shohih menganjurkan manusia untuk membaca Talbiyah dan Tahlil secara jahar pada waktu musim haji, yang mana Talbiyah dan Tahlil juga termasuk dzikir pada Allah swt. Hadits dari Khalad bin Sa’id Al Anshori dari Bapaknya bahwa Nabi saw bersabda:

“Jibril datang kepadaku lalu menyuruhku untuk memerintahkan kepada sahabatku atau kepada orang-orang yang bersamaku agar mengeraskan suara dengan Talbiyah dan tahlil”. ( Riwayat Abu Dawud nr.1797, Tirmidzi nr.829, Nasa’i dalam bab mengeraskan suara ketika berihram, Ibnu Majah nr.2364, Imam Malik dalam Al Muwattha hadits nr.34). Menurut Imam Syafii Takbir dan Tahlil dalam haji ini boleh diamalkan secara jahar baik dimasjidil Haram atau dilapangan.

Kalau dzikir Talbiyah dan Tahlil secara jahar yang dilakukan oleh berjuta-juta jamaah haji secara berkelompok-kelompok malah dianjurkan dan tidak dilarang, apalagi dzikir secara jahar yang hanya dilakukan oleh kelompok lebih sedikit jumlahnya dari itu, apa salahnya dalam hal ini..?. Wallahu a'lam.

Contoh zaman sekarang yang bisa kita dengar dan beli kaset-kaset al-Qur’an, qosidah-qosidah (bacaan sholawat Nabi saw. dan lain-lain) semuanya termasuk dzikir yang dijual dan dikumandangkan diseluruh dunia Saudi Arabia, Indonesia, Malaysia, Pakistan, Marokko, Mesir dan lain lain baik di negara yang anti maupun yang senang bacaan dzikir secara jahar. Kalau semua ini misalnya mungkar dan dilarang maka akan ditegur atau dikecam oleh ulama-ulama pakar di negara tersebut. Tapi sampai detik ini tetap berjalan dan malah lebih banyak lagi toko-toko yang jual kaset-kaset tersebut karena banyak peminatnya.

Insya Allah dengan beberapa firman Allah swt. serta hadits-hadits diatas kita dapat mengambil manfaatnya dan mengerti serta jelas apa yang dianjurkan oleh Allah swt. melalui perantara junjungan kita Nabi besar Muhammad saw. Dengan demikian insya Allah saudara-saudara kita muslimin yang belum pernah menghadiri atau mendapat kesalahan informasi mengenai kumpulan dzikir, baca tahlil/yasinan dan sebagainya ini akan diberi taufiq oleh Allah swt. serta bisa menghadiri majlis dzikir yang penuh berkah atau setidaknya tidak akan mencela, mensyirikkan dan mensesatkan orang yang mengamalkan ini, tidak lain hanya akan menambah dosa saja.Dengan demikian hubungan silatorrohmi dengan saudara-saudara muslimin lainnya tidak akan terputus.

Tambahan... Dalil Tentang Hadits Dzikir (Termasuk yg Jahar)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang berkeliling, mereka mengikuti majelis-majelis dzikir. Apabila mereka menemui majelis yang didalamnya ada dzikir, maka mereka duduk bersama-sama orang yang berdzikir, mereka mengelilingi para jamaah itu dengan sayap-sayap mereka, sehingga memenuhi ruangan antara mereka dengan langit dunia, jika para jamaah itu selesai maka mereka naik ke langit (HR Bukhari no. 6408 dan Muslim no. 2689)
Abdullah Ibnu Abas r.a berkata: “semasa zaman kehidupan Rosulullah(SAW) adalah menjadi kebiasaan untuk orang ramai berdzikir dengan suara yang kuat selepas berakhirnya sholat berjamaah(HR.Bukhori)
Abdullah Ibnu Abas r.a berkata:”Apabila aku mendengar ucapan dzikir, aku dapat mengetahui bahwa sholat berjamaah telah berakhir(HR.Bukhori)
Abdullah Ibnu Zubair r.a berkata:”Rasululloh(SAW) apabila melakukan salam daripada solatnya, mengucap doa/zikir berikut dengan suara yang keras-”La ilaha illallah…”(Musnad Syafi’i)
Sahabat Umar bin Khattab selalu membaca wirid dengan suara lantang, berbeda dengan Sahabat Abu Bakar yang wiridan dengan suara pelan. Suatu ketika nabi menghampiri mereka berdua, dan nabi lalu bersabda: Kalian membaca sesuai dengan yang aku sampaikan. (Lihat al-Fatâwâ al-hadîtsiyah, Ibnu Hajar al-Haitami, hal 56)...jazaakumullah sahabatku Fillah.
(Imron Rosyadi)