Laman

Sabtu, 28 Januari 2012

Adab Bagi Yang Tersingkapkan Alam Ghaib

"Kadang-kadang Allah Swt memperlihatkan padamu alam Malakutnya yang ghaib, dan (namun) Allah Swt menutup dirimu dari melihat rahasia-rahasia hambaNya."

Diantara kasih sayang Allah Swt pada hamba-hambaNya, terkadang, Allah Swt membuka rahasia-rahasia alam malakut pada si hamba itu, berupa rahasia ilmu pengetahuan dan detail kema’rifatan, sampai nyata betul, bahkan anda pun meraih apa yang tak bisa dibayangkan oleh mata, tak pernah terdengar telinga dan tak pernah muncul dalam intuisi sekali pun. Namun pada saat yang sama, Allah Swt, justru menutup rahasia-rahasia yang ada pada hamba-hambaNya, karena rahmat dan cintaNya kepadaMu agar kalian tidak terpedaya oleh pandangan meneliti rahasia para makhlukNya dan hamba-hambaNya. Allah Swt sedang memberikan pelajaran mulia kepadamu dengan cara menghindarkan dirimu memandang rahasia makhluk lain.
“Barang siapa yang dibukakan Allah Swt rahasia-rahasia hambaNya, namun orang itu tidak berakhlak dengan Rahmat Ilahiyah, maka wujud penglihatan rahasia itu justru akan menjadi fitnah (cobaan) bagi dirinya sendiri, dan menjadi faktor yang menyebabkan terjadinya cobaan bencana baginya.”

Banyak orang yang dibukakan oleh Allah Swt, tentang rahasia-rahasia hambaNya, namun betapa orang itu malah mendapat cobaan yang serius, hanya karena ia sendiri tidak menerapkan Akhlaq Rahmat Ilahiyah. Diantara cobaan yang muncul adalah tragedi ruhaninya sendiri berupa kesombongan, kekaguman pada diri sendiri, dan memanfaatkan nya untuk kepentingan duniawinya.

Padahal rahasia Allah itu ditampakkan padanya, agar ia menjalankan fungsi Rahmatan Lil’alamin melalui akhlak Rahmat Ilahiyahnya, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Athaillah as-Sakandary.

Orang yang berakhlak dengan Rahmat Ilahiyah adalah orang yang memiliki keluasan kasih sayang terhadap hamba-hamba Allah Ta’ala, dan manusia merasakan hamparan kasih sayangnya dan perilaku akhlaknya. Ia telah menjadi bapak bagi mereka. Inilah yang diteladankan Nabi Saw, dalam Al-Qur’an, “Dan ia penuh kasih sayang kepada kaum beriman.” (Q.s. Al-Ahzaab:43)

Sang Nabi Saw, memaafkan orang-orang yang berbuat salah dan dosa, menyayangi dan mengasihi orang miskin, dan menjabat tangan orang-orang yang bodoh serta berbuat baik pada orang-orang yang berbuat buruk.

Sebab sebagaimana dikatakan oleh Ummul Mu’minin, ra, “Akhlaknya adalah Al-Qur’an”, dan beliau membaca ayat, “Ambillah maaf, dan perintahlah dengan baik, dan berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (Q.s. Al-A’raaf:7).

Orang yang berakhlak demikian, berarti ketersingkapannnya merupakan kemuliaan baginya dan rahmat bagi hamba-hambaNya.

Jika tidak, maka ia akan teruji oleh fitnah dalam dirinya seketika dan di akhirat kelak:
Pertama, ia merasa lebih hebat dan lebih bersih dibanding yang lain dengan kelebihan-kelebihannya.
Kedua, ia telah mempersempit rahmat dan kasih sayang Allah pada hamba-hambaNya.
Ketiga, ia telah menyakiti hamba-hamba Allah dengan membuka rahasia-rahasia kelemahannya, dan inilah awal bencana.
Maka penyair Sufi mengatakan:
Tebarlah kasih sayang, wahai anakku
Pada semuanya, dan lihatlah
Pada mereka dengan mata kinasih yang lembut
Hormati yang tua, kasihi yang muda
Jagalah hak akhlak pada setiap makhluk.
wallahu a'lam...(azizi)

Minggu, 22 Januari 2012

Kepekaan terhadap Ayat-ayat ALLAH

Beberapa macam keimanan manusia telah disebut dalam Al-Qur’an. Ada yang kafir dan ada yang mukmin. Ada yang menjadikan Al-Quran sebagai bahan tertawaan, ada pula yang mengimaninya, bahkan hanyut dalam kesyahduan setiap kali mendengarkannya. Ada yang beriman setengah hati, ada pula yang beriman dengan sepenuh hati. Bagaimana tanda-tanda keimanan yang sepenuh hati itu?


Cukup banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskannya. Di antara tanda-tanda itu adalah sikap menundukkan muka, bersujud, mengagungkan, mensucikan Allah dan meyakini semua janjiNya [QS al-Isra’ (17) : 107-109]; gemetar badannya dan bergetar hatinya setiap kali mengingat Allah dan ayat-ayatNya [QS Al-Zumar (39):23]; menyungkur, bersujud dan menangis ketika mengingat ayat-ayat Allah (QS. Maryam (19):58].

Semua tanda itu telah lengkap ada pada diri Rasulullah SAW. Begitu tinggi keimanan beliau. Kita mengaguminya, berusaha mencontohnya dan membaca salawat setiap kali kita menyebut atau mendengar namannya. Dengan sikap takdhim kepada Rasulullah SAW ini, kita berharap dengan kemurahan Allah SWT, cahaya Rasulullah SAW menyinari kalbu kita. Apakah para sahabatnya telah mencontoh keimanan beliau? Bagaimana pula generasi-generasi sesudah para sahabat Rasulullah SAW? inilah yang akan saya jelaskan pada artikel ini. Uraian ini merupakan ringkasan dari buku AIBuka-u ‘Inda Qira’ati al-Qur’an (Menangis Ketika membaca Al Qur’an) oleh Abdullah bin Ibrahim Al-Luhaidan. Tidak mungkin dalam kesempatan ini, saya menceritakan semua sahabat. Saya akan menyebut beberapa di antaranya saja.

Pada suatu saat ketika Umar bin Khattab r.a menjadi imam shalat, ia membaca surat Yusuf [12]. Ketika sampai ayat (86) air matanya mengalir sampai ke dada. Ayat yang berkaitan dengan kisah Nabi Ya’qub ini mengingatkan bahwa pengaduan dan keluhan tentang semua kesedihan yang paling benar hanya kepada Allah. Dalam waktu yang lain, Umar r.a juga pernah jatuh tersungkur ketika membaca surat aT-Thuur (52) : 1-8. Ayat ini menjelaskan antara lain bahwa jika siksa Allah sudah ditetapkan. maka tidak satupun orang dapat menghindarinya. Menurut beliau setiap ayat dalam al-Quran merupakan teguran pada diri pribadinya. Setelah kejadian itu ia sakit dan tidak bisa keluar rumah beberapa hari. Para sahabat yang menjenguknya tidak mengetahui sebab sakitnya.

Abdullah bin Abbas r.a pernah menangis tersedu-sedu sambil mengulang-ulang QS Qaaf (50) : 19. Ayat ini menjelaskan kematian pasti terjadi bagi setiap orang. Dan setiap kematian pasti melalui “sakaratul maut” (beratnya saat terakhir menjelang kematian).
Tidak peduli siapapun. Gelar kenabian tidak bisa melepaskannya dari sakaratul maut. Rasulullah SAW sendiri mengeluarkan keringat di keningnya pada saat-saat terakhir menjelang wafat. Beliau ketika sadar beberapa saat, beliau bersabda kepada Aisyah bahwa begitulah gawatnya sakaratul maut yang akan dialami setiap manusia.

Abdullah bin Umar r.a. mendadak menangis sekeras-kerasnya ketika membaca QS Al-Baqarah (2): 284. Ayat ini menjelaskan bahwa tidak ada yang samar bagi Allah. Ia Maha Mengatahui semua isi hati manusia. Apalagi yang ditampakkan dalam ucapan, sikap dan tindakan. Mengampuni atau menyiksa manusia adalah hak Allah sepenuhnya.
Dalam kesempatan lain, putra Umar bin Khattab ini juga menangis ketika membaca QS al-Hadiid (57):16. Ayat ini bertanya heran “mengapa manusia selalu menunda-nunda bertaubat?”. Kapan lagi jika tidak sekarang untuk menundukkan diri kepada Allah. Bahkan Ia menangis tersungkur dan tidak bisa melanjutkan shalat ketika membaca Surat Al-Muthaffifin (83):6. Allah mengisahkan dalam ayat ini bahwa setiap manusia akan berdiri satu persatu mempertanggung jawabkan perbuatannya di hadapan Allah. Di luar shalat, ketika minum segelas air, ia menangis keras, ia teningat frman Allah QS Saba’ (34):54 yang menjelaskan penghuni neraka tidak akan memperoleh apapun yang diminta. Padahal yang dimintanya dan penghuni surga hanyalah seteguk air [QS. Al-Araaf (7): 50].

Abu Musa Al Asy’ary r.a menangis membaca Surat Al-lnfithaar (82):6. Sambil mengatakan betapa bodoh dirinya dalam benibadah kepada Allah SWT. Ayat ini bertanya dengan nada heran mengapa manusia tidak berpikir untuk mencari sebab sebab ia jauh dari Allah. Dan mengapa manusia justeru mengikuti musuh-musuh Allah? [QS Al-Kahfi (18):50].

Dari kalangan generasi setelah sahabat terdapat nama yang populer kesalehannya yaitu Umar bin Abdul Aziz. lsterinya, Fatimah binti Abdul Malik menceritakan, ”beliau shalat malam dan tiba-tiba menangis tersungkur ketika membaca surat Al-Qaari’ah (1O1):5 tentang dahsyatnya hari kiamat. Beliau tidak sadar bahkan isterinya mengira ia telah meninggal. Ketika sadar ia menjerit lagi dan menangis sampai terdengar adzan Shubuh.

Ketika menjadi imam salat Shubuh, Fudlail bin ‘lyadi menangis keras ketika membaca surat Al-Haaqqah (69):30. Ayat ini menceritakan murka Allah kepada para pendurhaka. “Tangkap dan belenggulah tangannya ke lehernyal” perintah Allah SWT kepada malaikat. Anaknya, Ali yang sedang menjadi makmum juga jatuh pingsan.

Bertahun-tahun Al-Quran kita baca. Berkali-kali pula kita tamat (khatam) membacanya. Namun hanya sebagian kecil ayat-ayat yang kita fahami apalagi yang memberi getaran kalbu kita. Tidak mudah bagi orang seperti kita memahami semua ayat Al-Quran. Kita coba merenungkan ayat-ayat tersebut yang menggetarkan hati para sahabat radilyallahu ‘anhum dan orang-orang shaleh sesudahnya. Barangkali ayat-ayat itu juga bisa menggetarkan atau paling tidak berkesan bagi kita. Atau kita bisa mencari satu atau beberapa ayat yang kita rasakan dapat menggugah hati untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah. Satu ayat Al-Quran saja jika dihayati akan dapat membawa revolusi spiritual, khususnya ayat yang sesuai dengan latar belakang liku-liku perjalanan hidup kita masing-masing.

Dengan ayat yang demikian terasa seolah-olah Allah sedang berbicara langsung dengan kita. Ketika kita dalam ratapan kesedihan, seakan-akan kita sedang dihibur Allah dengan firmanNya. Atau sedang ditegur olehNya ketika kita sadar telah melakukan sebuah dosa. Dan penghayatan itu terjadilah konversi: yang semula angkuh menjadi patuh kepada Allah; yang sebelumnya hidup dalam kemaksiatan berubah untuk beribadah penuh ketaatan; yang semula datar-datar saja dalam keagamaan menjadi bersemangat dalam meningkatkan ketakwaan. ltulah yang menjadi harapan kita. Amin.

Prof. Dr. H. M. Ali Azis, MAg.